Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) sekaligus Plt, Menteri Pertanian (Mentan), Arief Prasetyo Adi, mengatakan tingginya harga Gabah Kering Panen (GKP) menjadi sebab tingginya harga beras di pasar saat ini.
Dia berhitung, operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar (SPHP) yang dilakukan Perum Bulog baik di pasar ritel dan tradisional harus dibarengi dengan penekanan harga GKP, sehingga membuat harga pangan dasar di pasar lebih murah atau stabil.
"Mesti simultan seluruhnya. Harga ya itu pastinya, kemudian SPHP di modern market, traditional market juga jalan seharusnya harga itu bisa tertahan, sambil menunggu panen karena bagaimanapun juga perlu sinergi menjadi kunci utama," ucapnya.
Mahalnya harga pangan, terutama beras ikut menyumbang inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi komoditas beras pada September 2023 lebih disebabkan karena penurunan luas tanam padi dan penurunan produksi gabah yang menyebabkan tingginya harga gabah dan beras baik di tingkat petani, penggilingan, maupun pedagang.
Kenaikan tertinggi harga beras terjadi di tingkat penggilingan dengan rata-rata nasional di harga Rp 12.708 per kg atau memberikan andil 27,43 persen (yoy) terhadap inflasi. Komponen harga pangan bergejolak (volatile food) kerap menjadi faktor penyumbang inflasi terbesar.
Pada September tahun ini saja, komoditas beras memiliki andil inflasi 0,18 persen (month to month) dan 0,55 persen (year on year). Untuk itu, penguatan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) terus dilakukan agar dapat leluasa melakukan intervensi harga.
Arief mengatakan kondisi produksi dalam negeri yang mengalami penurunan harus diantisipasi dengan penguatan cadangan beras melalui optimalisasi panen dalam negeri, maupun pengadaan beras dari luar negeri.
(FRI)