Sabry menuturkan negara berpenduduk 20 juta itu akan melakukan negosiasi dengan Dana Moneter Internasional atau IMF pada bulan ini terkait potensi dana bantuan sebesar USD3 miliar atau setara Rp43 triliun.
"Seluruh upaya ini adalah agar tidak terjadi default (gagal bayar)," terang Sabry.
Data bank sentral menunjukkan negara ini memiliki tanggung jawab obligasi negara USD12,6 miliar luar negeri dengan cadangan devisa mencapai USD1,9 miliar hingga akhir Maret. Jatuh tempo utang obligasi pertama akan terjadi pada bulan Juli depan dengan nilai mencapai USD1 miliar atau Rp14,3 triliun.
"Prioritas pertama kami adalah agar kembali ke normal terutama dalam hal bahan bakar, gas, obat-obatan ... dan dengan demikian pemadaman listrik dan pemberontakan rakyat dapat diatasi," tegas Sabry.
IMF mengatakan pada Sabtu (9/4) bahwa mereka telah memulai pembicaraan dengan Kementerian Keuangan Sri Lanka dan pejabat bank sentral terkait program pinjaman. Perwakilan IMF menyatakan keprihatinan mereka atas krisis yang sedang berlangsung.