sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sri Mulyani: Pelemahan Rupiah Lebih Rendah Dibanding Mata Uang Negara Lain

Economics editor Tim IDXChannel
30/09/2022 09:42 WIB
Menkeu Sri Mulyani menyebut pelemahan Rupiah masih lebih rendah dibanding mata uang negara lain.
Sri Mulyani: Pelemahan Rupiah Lebih Rendah Dibanding Mata Uang Negara Lain (Foto: MNC Media).
Sri Mulyani: Pelemahan Rupiah Lebih Rendah Dibanding Mata Uang Negara Lain (Foto: MNC Media).

IDXChannel - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, nilai tukar Rupiah hingga saat ini mengalami pelemahan. Namun, diakuinya, masih lebih rendah dibanding depresiasi mata uang dari negara lain. 

Sri Mulyani menambahkan, dari sisi mata uang, beberapa negara mengalami penurunan dengan volatilitas yang tinggi. Dirinya mencatat, selama periode 2022, nilai tukar beberapa mata uang terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami koreksi yang sangat tajam.

Yen Jepang mengalami depresiasi hingga 25,8%, Renminbi China terdepresiasi 12,9%, Lira Turki terdepresiasi 38,6%, Ringgit Malaysia terdepresiasi 10,7%, Bath Thailand 14,1%, sedangkan Peso Filipina terdepresiasi 15,7%.

“Dalam periode yang sama, nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi sebesar 6,1%, jauh lebih rendah dari berbagai mata uang yang kami sebutkan tadi,” jelas Sri Mulyani dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (30/9/2022). 

Sementara itu, indikator inflasi juga menunjukkan adanya gejolak pada perekonomian. Dia mengatakan, inflasi negara maju yang sebelumnya selalu berada pada single digit atau bahkan sangat rendah mendekati nol persen, sekarang melonjak mencapai double digit.

“Inflasi yang sangat tinggi ini mendorong respons kebijakan moneter terutama di Amerika Serikat, Inggris, dan Eropa, di mana dengan sangat agresif bank sentral negara-negara tersebut menaikkan suku bunga yang menyebabkan gejolak di sektor keuangan dan terjadinya arus modal keluar atau capital outflow dari negara negara emerging di seluruh dunia,” jelasnya. 

Sri Mulyani menuturkan, arus modal keluar dari negara emerging mencapai USD9,9 miliar atau setara Rp148,1 triliun year to date. Bahkan The Fed turut menaikkan suku bunga acuan sejak awal tahun mencapai 300 basis poin lebih tinggi. 

Kenaikan suku bunga di berbagai negara terutama di negara maju akan menyebabkan kenaikan cost of fund dan pengetatan likuiditas yang harus diwaspadai secara sangat hati-hati oleh Indonesia.

“Kami menyampaikan gambaran gejolak ekonomi global saat ini tidak untuk membuat kita khawatir dan gentar. Namun untuk memberikan sense bahwa gejolak perekonomian tahun ini maupun tahun depan yang akan kita hadapi bersama harus dapat diantisipasi dan dikelola dengan hati hati dan prudent," tandasnya. 

(FAY)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement