Sri Mulyani pun menjelaskan sejumlah indikator yang perlu diperhatikan dalam kondisi saat ini. Salah satunya neraca pembayarannya, yaitu apakah trade account, capital account, dan cadangan devisa negara tersebut memadai dampaknya kepada nilai tukar.
Menurut dia, ketahanan ekonomi tiap negara pun berbeda satu sama lain, apalagi belum semua negara pulih dari dampak pandemi dua tahun terakhir ini. "Negara-negara yang belum pulih ini masih mengalami kontraksi, kemudian ditimpa lagi dengan adanya inflasi, maka situasi mereka menjadi semakin kompleks," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan meskipun potensi resesi Indonesia 3%, namun masih jauh lebih rendah dari negara yang potensinya di atas 70%. Meski begitu, dia memastikan pemerintah tidak akan terlena dengan indikator ekonomi yang baik.
"Kita akan tetap waspada dan pesannya tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan, naik itu fiskal, moneter, sektor finansial, dan regulasi lainnya untuk memonitor situasi, termasuk kondisi dari korporasi Indonesia," ujar Sri.
(FRI)