Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan DJIA Kemenperin, Supriadi pada kegiatan ini mengatakan bahwa kebutuhan Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk industri makanan dan minuman serta farmasi dalam negeri telah dialokasikan sebesar 3,25 juta ton sepanjang tahun 2021 berdasarkan hasil Rakortas Kementerian/Lembaga di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI.
Mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 03 Tahun 2021 telah diamanatkan bahwa Pabrik Gula (PG) berbasis tebu diarahkan kepada swasembada gula, sedangkan untuk pemenuhan Gula Rafinasi dipenuhi oleh Pabrik Gula yang hanya mengolah Gula Kristal Rafinasi.
Permenperin 3/2021 juga memiliki peran penting sebagai payung hukum penyediaan gula bagi industri dengan 3 aspek penting yakni ketersediaan GKR tidak bocor ke pasar konsumsi, fokus produksi, serta menjamin ketersediaan gula konsumsi atau GKP untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan gula industri atau GKR sebagai bahan baku atau bahan penolong industri makanan, minuman dan farmasi.
“Terkait dengan tidak adanya Pabrik Gula di Jatim yang memproduksi GKR, kebijakan tersebut dilakukan atas pertimbangan bahwa Jatim merupakan lumbung gula nasional yang memiliki banyak bahan baku tebu untuk memproduksi GKP” jelas Supriadi.
Kemudian, jika diberikan jumlah kuota impor kepada PG swasta yang ada di Jatim dikhawatirkan akan berakibat pada berkurangnya pengembangan PG swasta berbasis tebu yang melibatkan petani. Sehingga kedepannya, Kemenperin akan memaksimalkan potensi data yang diambil dari neraca komoditas sesuai amanah UU Cipta Kerja dan dipertegas melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian untuk memastikan tidak ada kekurangan ketersediaan gula di dalam negeri, baik gula konsumsi maupun gula industri.