sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Utang RI Tembus Rp7.002 Triliun, Ekonom: Lampu Kuning

Economics editor Michelle Natalia
27/06/2022 12:57 WIB
Ekonom sekaligus Direktur CELIOS Bhima Yudhistira ungkap utang RI yang mencapai Rp7.002 triliun sudah jadi sinyal lampu kuning.
Utang RI Tembus Rp7.002 Triliun, Ekonom: Lampu Kuning (Dok.MNC)
Utang RI Tembus Rp7.002 Triliun, Ekonom: Lampu Kuning (Dok.MNC)

IDXChannel - Utang luar negeri (LN) Indonesia per 31 Mei 2022 berada di posisi Rp7.002 triliun berdasarkan data dari Kementerian Keuangan. Ekonom sekaligus Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan bahwa kondisi utang ini sudah lampu kuning.

"Perlu menjadi kewaspadaan meski ada penurunan pertumbuhan ULN pemerintah sebesar 7,3% yoy per April 2022," ujar Bhima kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Senin(27/6/2022).

Penurunan ini cenderung disebabkan oleh kenaikan pendapatan negara dari sektor komoditas tambang dan perkebunan. Bhima menyebutkan, masalah muncul ketika harga batubara dan sawit mulai alami kontraksi pada periode Juni sehingga mempengaruhi windfall pajak dan PNBP. Di saat yang bersamaan, tekanan pembiayaan baru lahir dari kenaikan beban subsidi dan belanja rutin. 

"Efek dari pendanaan utang selama pandemi juga berkorelasi dengan naiknya beban bunga utang pemerintah. Risiko kedepan ada tiga. Pertama, tren kenaikan suku bunga secara global akan meningkatkan bunga utang luar negeri pemerintah. Ketika Fed rate naik agresif, maka investor pemegang surat utang berharap pemerintah naikkan kupon SBN. Bunga pasar SBN diperkirakan dapat menembus 9%," ungkap Bhima.

Kedua, belanja pemerintah yang berkaitan dengan pendanaan pemilu, penyelesaian proyek infra sebelum 2024 akan menekan ruang fiskal. Gap defisit akan didanai oleh utang. Maka, menurut Bhima, wajar utang luar negeri yang turun saat ini hanya temporer, tahun depan akan kembali naik.
 
"Ketiga, pelemahan nilai tukar akibat tekanan eksternal mengakibatkan selisih kurs dimana sebagian besar pendapatan pemerintah bersumber dari dalam negeri sementara pembayaran cicilan pokok dan bunga dalam bentuk valas," ungkap Bhima. 

Dihubungi secara terpisah, Ekonom CORE Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa diskusi mengenai utang yang perlu digarisbawahi atau dicermati adalah bagaimana kemudian mengembalikan posisi utang pemerintah terutama, dilihat dari rasio utang pemerintah terhadap PDB kembali seperti sebelum terjadinya pandemi. 

"Saat ini rasio utang pemerintah terhadap PDB itu berada di kisaran 40-42%, padahal sebelum pandemi rasio utang pemerintah berada di kisaran 30%. Hal inilah yang kemudian menjadi tantangan untuk dilakukan pemerintah untuk menjaga level utama pemerintah berada pada level yang manageable dan minim resiko," pungkasnya.

(IND) 

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement