IDXChannel - Vaksinasi gotong royong yang harganya dipatok hampir Rp900.000 per orang dan dibebankan biayanya ke perusahaan dianggap terlalu mahal oleh para pelaku usaha mikro kecil menengah, hingga industri hotel dan restoran sehingga tidak semua pengusaha bisa berpartisipasi dalam skema tersebut.
Namun harga tersebut bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah terlalu mahal. "Kemahalan, tidak mampu usaha UMKM. Mereka akhirnya lebih pada melaksanakan protokol kesehatan saja," kata Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun seperti dilansir BBC News Indonesia, Jakarta, Rabu (19/5/2021).
Padahal, UMKM berkontribusi besar dalam perekonomian nasional. Menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2018, jumlah pelaku UMKM sebesar 64,2 juta orang atau 99,9% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia dengan daya serap tenaga kerja mencapai 117 juta pekerja atau 97% dari total pekerja.
UMKM berkontribusi 61,1% bagi perekonomian nasional (PDB) dan sisanya disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya 0,01% dari jumlah pelaku usaha.
Keluhan senada juga dirasakan oleh industri hotel dan restoran yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada publik.
"Sebagian hotel dan restoran yang besar memang sudah divaksin, tapi bagaimana dengan hotel dan restoran yang kecil? Kasihan kalau dibebankan biaya segitu, tidak akan mampu," kata Ketua Badan Pimpinan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwanton
Sutrisno berharap agar pemerintah memberikan subsidi bahkan mengratiskan vaksin bagi dunia perhotelan dan restoran yang hingga kini masih tertekan akibat pandemi Covid-19.
Selain di kalangan pengusaha, vaksinasi gotong royong juga menimbulkan kegelisahaan di para pekerja berupa kemungkinan terjadinya pemotongan upah.
"Dengan biaya di angka hampir Rp1 juta, keuangan perusahaan akan berdampak, apalagi jika karyawannya banyak. Itu ujung-ujungnya bisa terjadi pemotongan upah," kata Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Logam Kabupaten Karawang Rengga Pria Hutama.
Jikapun tidak terjadi pemotongan gaji, pembiayaan tersebut diduga akan diambil dari pos anggaran lain yang ujungnya berdampak pada pengurangan hak buruh.
"Di Bekasi, ada perusahaan yang karyawannya 13 ribu. Kalau divaksin semua bisa miliaran Rupiah itu, lalu uang dari mana yang akan diambil? Pasti dari pos lain yang menjadi hak buruh. Jadi, lagi-lagi buruh yang akan selalu dikorbankan," kata Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz.
Untuk itu Riden berharap agar pemerintah juga turut berpartisipasi memberikan subsidi untuk meringankan beban vaksin khususnya terhadap perusahaan kecil dan menengah atau dengan melakukan pengawasan yang ketat sehingga hak-hak buruh tidak dikorbankan.
Padahal, dalam pelaksanaan vaksinasi perdana, Selasa (18/5/2021), Presiden Joko Widodo berharap pemberian vaksin bagi para pekerja perusahaan swasta itu dapat berkontribusi dalam mempercepat target vaksinasi nasional sebanyak lebih dari 181 juta orang.
Di sisi lain, serikat buruh juga mengkhawatirkan jika ternyata biaya tersebut dalam pelaksanaannya akan dibebankan ke para pekerja mulai dari pemotongan upah hingga pengurangan hak lain yang digunakan untuk membayar vaksin.
Namun, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang menggelar program Vaksinasi Gotong Royong menegaskan bahwa biaya tersebut akan ditanggung oleh para perusahaan dan bukan pekerja.
Pemerintah telah menetapkan harga tertinggi vaksin Covid-19 melalui skema gotong royong sebesar Rp439.570 per dosis untuk satu orang, sehingga untuk dua kali suntik totalnya Rp879.140.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menyebut vaksin gotong royong menimbulkan dua celah ketimpangan. Pertama, adalah ketimpangan antara perusahaan besar dan usaha kecil.
"Pengusaha UMKM jangankan beli vaksin, buat mempertahankan karyawan dengan tetap mengaji dan bayar THR saja kesulitan," kata Bhima.
"Lalu untuk usaha padat karya dengan karyawan banyak, apa iya akan digratiskan juga? Lalu pengawasannya bagaimana kalau sampai dipotong dari gaji atau tunjangan? Karena yang paling sulit adalah mengawasi potongan gaji karyawan," tambah Bhima.
Bhima mencontohkan, untuk iuran BPJS saja tingkat kepatuhan perusaah rendah - gaji karyawan dipotong tapi tidak distor ke BPJS - apaagi vaksin.
Ketimpangan kedua adalah, vaksin cenderung hanya akan diberikan kepada manajemen, direksi, dan staf senior perusahaan - tidak bagi para pekerja level bawah.
"Jadi malah membuat komersialisasi karena hanya sedikit saja yang bisa menikmati," kata Bhima. Lantas bagaimana solusinya? Bhima menyarakan pemerintah untuk mengatur ulang harga untuk pengusaha kecil dan menengah - subsidi dari pemerintah atau subsidi dari perusahaan besar ke perusahaan kecil.
"Terakhir, pengawasan harus ketat dari pemerintah, jangan nanti gaji karyawan dipotong," katanya.
(SANDY)