IDXChannel - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengungkap, produksi film yang berkualitas baik tidak melulu bergenre horor saja, namun membuat tontonan yang bisa menjaga eksistensi Indonesia di kancah global. Misalnya, film sejarah atau anak-anak yang mendidik.
“Kita tidak mau juga, misalnya mencampuri genre film, kan sekarang mendominasi kan film-film horor, nah tetapi untuk menciptakan film bagus tidak hanya horor, kenapa kita juga tidak membuat film-film yang bisa menjaga image indonesia di luar negeri, misalnya film sejarah atau film anak-anak,” ujar Erick saat ditemui di gedung Parlemen, Jakarta, Senin (4/12/2023).
Kendati begitu, untuk membuat para para pelaku industri perfilman melakukan eksplorasi, pemerintah perlu memberikan dukungan yang masif di sisi kebijakan atau regulasi.
Erick menyebut dukungan pemerintah berupa investasi alias pendanaan. Dalam konteks ini, otoritas menjadikan Perum Produksi Film Negara (PFN) sebagai lembaga pembiayaan industri perfilman Indonesia.
Dengan begitu, PFN didorong melakukan pembiayaan bagi bisnis film nasional. Ada beberapa skema yang dapat ditempuh, salah satunya dengan menggandeng para investor.
“Itu juga kan perlu diinvestasikan, jadi supaya film genre kita lebar, jangan hanya yang ditonton horor saja, walaupun bagus ya, tapi kan genre film kita harus dikembangkan gitu, nah itu yang saya rasa kita, pemerintah ingin membantu seperti hari ini juga,” papar dia.
“Jadi industri film-nya sehat, bioskop-nya sehat, pemerintah juga punya kebijakan yang sehat bahwa genre film ya lebih banyak lagi, ada film yang mendidik bangsa ini,” lanjutnya.
Senada, pemerintah memang tengah membidik aturan baru perihal pajak perfilman di Indonesia. Salah satu poin yang ditekan pemerintah adalah standarisasi atau penyelarasan pajak di seluruh bioskop di Tanah Air.
Erick Thohir hingga Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian merupakan aktor di balik usulan dan rumusan kebijakan penyelarasan pajak film itu.
Erick mencatat melalui standarisasi, seluruh pajak film yang ditanggung akan sama nilainya. Dengan begitu, tidak ada perbedaan angka yang akan dibayarkan.
“Nah itu, saya waktu itu sebagai Menko Marves Ad Interim bersama Pak Tito mencoba menyelaraskan, paling tidak pajak film untuk daerah itu sama semua, jangan berbeda-beda,” sambung dia.
Menurutnya, perlu regulasi yang sehat untuk mendorong pertumbuhan industri perfilman nasional. Salah satunya, dengan tidak memberatkan pajak kepada industri kreatif yang dimaksud.
Market share atau pangsa pasar film di dalam negeri sangat potensial. Karena itu didorong agar bisa tumbuh lebih dari 64 persen. Erick memandang potensi ini akan menjadi stimulus bagi income atau pendapatan di daerah.
“Daerah menginginkan tambahan income, tetapi kan sebenarnya penambahan income daripada untuk daerah sendiri justru lebih banyak film yang diputar itukan nambah income juga, bukan karena pajak yang tinggi,” paparnya.
“Sehingga film nasional bisa berkembang, kembali bisa tumbuh 64 persen lagi dari market share dengan jumlah yang lebih banyak lagi, pemasukan lebih banyak lagi, hitung saja,” turur Erick.
(SLF)