"Ini bisa menjadi percontohan, bukan hanya dari segi layanan premiumnya, tetapi bagaimana konsep ecotourism kita menjaga keharmonisan dengan segala elemen di sekitar kita. Bagaimana pariwisata yang semakin berkembang ketika kita melestarikan segala sesuatu elemen yang ada di sekitar kita," kata Angela.
Perubahan iklim sendiri memang telah menjadi isu dan perhatian penting bagi berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Sesuai ketetapan Paris Agreement (2015), semua negara memiliki kewajiban untuk berkontribusi dalam penurunan emisi termasuk melaksanakan, mengkomunikasikan upaya ambisius, mitigasi, dan juga adaptasi yang ditetapkan secara nasional atau dikenal sebagai National Determined Contribution (NDC).
Dampak perubahan iklim dapat meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi yang saat ini mencapai 80 persen dari total bencana yang terjadi di Indonesia, yang memicu risiko kelangkaan air, kerusakan ekosistem lahan dan lautan, kelangkaan pangan, dan penurunan kualitas kesehatan.
Menurut Nature Climate Change pada 2018, pariwisata termasuk salah satu sektor paling polutan yang menyumbang 8 persen dari emisi global, di mana 49 persen disumbang oleh jasa transportasi.
Berdasarkan laporan UNWTO dan the International Transport Forum (2019), pada tahun 2030 emisi CO2 terkait transportasi dari pariwisata akan tumbuh 25 persen dari emisi tahun 2016 yaitu dari 1.597 juta ton menjadi 1.998 juta ton. Emisi transportasi terkait pariwisata mewakili 22 persen dari seluruh emisi transportasi pada 2016, dan diprediksi tren ini akan berlanjut hingga 2030.