Kemudian, secara tak sengaja, muncul ide di kepala Sayudi untuk membuka kemitraan. Saat itu, Sayudi mengelola tiga warteg, dua di antaranya dikelola oleh karyawan-karyawannya.
Pengelolaan itu kian lama kian membuat manajemen wartegnya berantakan, bahkan mencetakkan penghasilan minus. Dari situ, Sayudi mengajak rekan atau sanak keluarganya yang berminat untuk berbisnis warteg namun tidak modal, untuk bermitra dengannya.
Pembagian hasilnya dipatok 50:50, dan sejak saat itulah, warteg yang kini bernama Kharisma Bahari itu membuka peluang kemitraan. Investor dapat membeli franchise Kharisma Bahari seharga Rp130 juta, biaya ini tentu di luar biaya sewa kios.
Namun jika investor meminta karyawan dari manajemen Kharisma Bahari untuk mengelola warteg, maka laba bersihnya akan dibagi dua sama rata. Sebagian untuk pengelola warteg yang ditugaskan manajemen, dan sebagian lagi untuk mitra atau investor.
Sediakan ‘Kelas’ Warteg
Sayudi menyediakan empat pilihan warteg bagi mereka yang hendak berbisnis franchise dengan Kharisma Bahari. Empat pilihan itu merupakan opsi kelas warteg, tiap kelas tentu memiliki ukuran kios dan harga franchise yang berbeda.