Masyarakat berhenti makan ayam, sehingga penjualan MBAI otomatis menurun. Namun Pak Lo justru berani masuk ketika investor lain melepas kepemilikannya. Berkat analisa fundamentalnya yang cermat terhadap historis performa keuangan MBAI, Pak Lo yakin kinerja emitennya akan membaik.
Lo Kheng Hong membeli saham MBAI secara bertahap, lantas mendiamkannya selama beberapa tahun. Benar saja, kinerja MBAI mulai membaik setelah wabah flu burung mereda dan konsumsi masyarakat membaik.
Penjualannya pada periode 2006-2011 tumbuh hingga 19% per tahun. Laba bersihnya pun tumbuh positif tiap tahun. Pak Lo mengeluarkan modal Rp1,55 miliar saat membeli saham MBAI, saat ia menjual kepemilikannya pada 2011, harga sahamnya sudah di level Rp31.500 per saham.
Nilai investasinya lagi-lagi meningkat ribuan persen. Dalam enam tahun, Pak Lo kembali mencatatkan keuntungan keduanya senilai ratusan miliar rupiah. Ia menjual kepemilikannya saat itu karena harga MBAI sudah jauh di atas nilai instrinsiknya, selain itu MBAI juga melakukan aksi merger dengan induk usahanya.
Dari cerita investasi Lo Kheng Hong ini, bisa diambil pelajaran bahwa krisis tak selamanya berarti ancaman. Bagi sebagian orang yang mampu melihat peluang, krisis justru bisa menjadi kesempatan.
Itulah cerita inspiratif Lo Kheng Hong, valu investor yang berani membeli saham di saat krisis. (NKK)