Titik balik yang menandai peningkatan penjualan bermula ketika ada seorang customer yang berminat membeli bakso malang Sritikah dan menjualnya kembali di Hong Kong. Konsumen itu hanya mengambil beberapa bungkus saja.
“Setelah pesanan ke Hong Kong, order datang seperti banjir. Waktu itu ketika viral, bisa tembus 12.000 bungkus per minggu. Kemudian order sepi lagi karena COVID-19, tapi alhamdulillah sekarang masih survive,” lanjutnya.
Sampai saat ini, pesanan ke Hong Kong bisa mencapai 4.000 bungkus dalam seminggu. Usaha baksonya berkembang secara perlahan namun pasti. Dulu Dwi memproduksi secara manual, tanpa dapur tetap.
Kini ia sudah mampu membeli mesin produksi yang lengkap, mempekerjakan beberapa karyawan, dan memiliki dapur produksi sendiri. Sekarang Dwi juga membuka outlet di Kota Batu, Malang.
Berkat usaha baksonya yang berkelanjutan ini, Dwi berhasil melunasi utang yang tersisa dari usaha kontraktornya yang pailit. Dulu saat terjerat utang, sehari-hari Dwi hanya mampu membeli beras dan bawang.