Ibu kandungnya yang hanyalah rakyat biasa, mengharuskannya memanggil Kartini dengan sebutan ‘Ndoro’, sedangkan sang putri harus memanggil ibunya dengan panggilan ‘Mbakyu’. Itulah aturan feodal pada saat itu.
Aturan feodal itu juga yang membuatnya dan adik-adiknya harus berjalan jongkok, menyembah, bersuara pelan untuk berbicara dengan Kartini. Namun ia mengubah kebiasaan itu dengan memperbolehkan adik-adiknya memanggilnya dengan nama saja.
Saat menikah pun Kartini dan sang suami tidak menggelar pesta, ia juga tidak mengenakan baju pengantin. Ia percaya bahwa hidup sederhana dan hemat mencegah kesengsaraan di masa depan.
Itulah kisah inspiratif tentang RA Kartini, pahlawan nasional Indonesia yang berjasa dalam gerakan emansipasi perempuan pada masa kolonial. (NKK)