“Istri saya hampir mau menyerah karena susahnya hidup saat itu. Kami tidak punya apa-apa saat pindah ke Desa Rias. Saya sengaja datang ke sini karena di Belitang kehidupan kami lebih susah lagi,” tutur Ariyanto.
Karena sulitnya kehidupan bertani saat itu, hampir setiap hari Ariyanto harus memutar otak untuk menutup kekurangan pemasukan hasil panennya saat itu. Namun tanpa menyerah, Ariyanto terus menggarap lahannya.
Dia berangkat subuh dan pulang petang. Dari satu petak, lahan sawahnya terus bertambah. Pemasukan hasil bertani dikelolanya perlahan-lahan, dijadikannya modal untuk merintis bisnis lain. Lambat laun usaha Ariyanto bertambah.
Mulai dari penggilingan padi, warung sembako, lalu salon rambut dan kafe. Penggilingan padi dan warung sembako masih berkaitan dengan bidang pertanian yang digelutinya. Jadi tak hanya bertani, Ariyanto juga menggiling padi hasil panennya.
“Warung sembako dikelola istri saya. Salon saya buka untuk anak saya agar dia punya usaha sendiri dan tidak bekerja pada orang lain, di kafe ada tiga orang karyawan, di sawah ada dua orang karyawan,” lanjutnya.