Setelah lama bekerja di rumah sakit, Nurhayati Subakti kemudian pindah ke Jakarta dan bekerja di perusahaan kosmetik terkenal sebagai staff quality control. Karirnya di perusahaan tersebut kemudian menanjak, namun Nurhayati Subakat kemudian memilih keluar dari perusahaan dan memilih untuk merintis usaha sendiri.
Berbekal pengalaman ketika bekerja di perusahaan kosmetik tersebut, ia kemudian mencoba untuk membuat produk sampo bermerk Puteri. Usaha produk sampo tersebut ia jalankan di rumahnya sendiri dengan dibantu oleh satu karyawan yaitu pembantunya sendiri. Nurhayati kemudian memperkenalkan produknya di salon-salon yang berada di wilayah Jakarta.
Meskipun Industri rumahan, usahanya berkembang pesat berkat kejelian melihat peluang pasar, keuangan perusahaan kemudian terus meningkat. Beliau bahkan mendirikan PT Pusaka Tradisi Ibu dalam memanajemen usaha samponya. Lima tahun setelah usahanya berkembang pesat, pabrik milik Nurhayati dilalap api dan terbakar. Kejadian tersebut membuat nasib usaha sampo milik Nurhayati berada di titik nadir. Pabrik terbakar dan utang di bank yang belum lunas membuat beliau sempat ingin menutup usahanya.
Belum lagi ia memiliki karyawan yang harus ia bayarkan gajinya. Namun disinilah titik balik dari Nurhayati. Dirinya menolak menyerah dengan keadaannya. Dirinya mencoba memulai dari nol lagi. Modal usaha diperoleh dari tabungan suaminya, dana tersebut kemudian ia pakai untuk membayarkan gaji karyawannya dan mencoba membangun pabriknya kembali.
Mengembangkan Produk Wardah
Pabriknya yang baru akhirnya berdiri dan beroperasi lagi, selain itu ia kemudian mencoba untuk melakukan inovasi baru dengan membidik konsumen muslimah yang pada akhirnya meluncurkan produk yang kemudian dikenal dengan nama Wardah pada tahun 1995 dan juga mulai masuk di pasar tata rias.