Mulai Mendirikan Sebuah Perusahaan
Usai menyelesaikan kuliahnya di Belanda, William Soeryadjaya pun kembali ke Tanah Air. Berbekal ilmu yang didapatkannya dari studi di Belanda, William lantas mendirikan sebuah pabrik penyamakan kulit pada tahun 1949 dan kepengurusannya diserahkan kepada karyawan.
Tiga tahun setelah mendirikan industri penyamakan kulit tersebut, William lalu membangun CV Sanggabuana yang bergerak di bidang ekspor impor. Sayangnya, karena terlalu percaya pada rekan bisnisnya, William harus menanggung kerugian karena ditipu oleh rekan kerjanya sendiri.
Pantang menyerah, William pun bangkit dan kembali membangun sebuah perusahaan. Bersama dengan adiknya yakni Tjia Kian Tie dan temannya yakni Lim Peng Hong, William mendirikan PT Astra pada 1957. Perusahaan inilah yang kini berkembang menjadi Astra International (ASII).
Pada mulanya, perusahaan ini hanya bergerak di bidang perdagangan umum berupa ekspor dan impor hasil pertanian. Namun, seiring berjalannya waktu dan dengan perkembangan perusahaan yang kian pesat, Astra pun melebarkan sayap bisnisnya.
Pada 1968-1969, Astra pun merambah ke bisnis di bidang otomotif dan mulai mengimpor truk chevrolet dari luar negeri. Hingga kini, PT Astra International berhasil menjadi market leader di industri otomotif di Indonesia.
William Soeryadjaya tutup usia pada 2 April 2010 di usia 97 tahun. Sebelum meninggal, ia berhasil memiliki kekayaan melimpah ruah berkat kesuksesan Astra. Meski demikian, kejayaannya tak berlangsung lama lantaran usaha Edward, anak pertamanya yakni Bank Summa mengalami kebangkrutan dan harus dilikuidasi. Permasalahan ini pun berimbas pada Astra dan membuat operasional perusahaan sempat tersendat.
Namun, PT Astra akhirnya berhasil bangkit kembali. Saat ini, Astra dipegang oleh anak keduanya yakni Edwin Soeryadjaya dan berhasil sukses. Berkah kesuksesan Astra pun berhasil membuat anak kedua William ini menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia versi Forbes. Forbes mencatat kekayaan Edwin mencapai USD1,51 miliar atau setara dengan Rp23,6 triliun (kurs Rp15.615 per USD).