Keluarga besarnya adalah imigran Tionghoa yang telah menetap di Indonesia dalam enam generasi. Ayah Wie Tay, Tjio Koan An, adalah seorang teknisi listrik perusahaan gas Belanda pada masanya.
Perekonomian Wie Tay sekeluarga menurun drastis saat ayahnya meninggal dunia, saat itu usianya masih empat tahun. Wie Tay tumbuh besar menjadi anak nakal, ia juga hanya sekolah sampai kelas 5 SD.
Namun demikian, ia adalah anak yang mudah bergaul. Sifatnya inilah yang mengantarkannya ke perjalanan bisnisnya. Wie Tay mulai berbisnis kecil-kecilan dengan menjual rokok di Glodok dan Senen.
Dari usaha jualan rokok ini, Wie Tay bertemu dengan dua rekan yang kelak membantunya mendirikan Gunung Agung. Namun sebelum membuka toko buku, Wie Tay terlebih dahulu berjualan rokok dan bir di toko kecilnya di Kwitang.
Pasca kemerdekaan, barulah Wie Tay beralih menjual buku karena melihat peluang bisnis buku yang menarik. Saat Belanda mulai meninggalkan Indonesia, Wie Tay meminta mereka untuk meninggalkan buku-bukunya, untuk dijual dengan harga murah.