Strategi Investasi Peter Lynch: Kriteria Saham Pilihan
Setelah melakukan kategorisasi terhadap seluruh perusahaan yang terdaftar di bursa efek untuk menakar prospek bisnisnya, langkah yang dilakukan Lynch berikutnya adalah memilih saham yang memenuhi kriteria pilihannya.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang diamati Lynch. Perusahaan yang dipilihnya harus memenuhi kriteria ini:
Pendapatan tahunan: harus stabil dan konsisten, pendapatan usaha harus tumbuh secara konsisten dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan pendapatan: tingkat pertumbuhan pendapatan mesti sesuai dengan ‘cerita’ perusahaan. Contohnya, fast grower sewajarnya mencatatkan pertumbuhan yang tinggi dibanding slow grower. Pertumbuhan tinggi akan menarik atensi investor.
P/E rasio: potensi pendapatan suatu perusahaan sangat menentukan nilai perusahaan tersebut, namun terkadang pasar mendahului, sehingga harga saham menjadi mahal. P/E rasio dapat membantu investor untuk mendapatkan perspektif yang wajar. Saham dengan prospek menarik mestinya memiliki P/E rasio yang lebih tinggi dibanding perusahaan dengan prospek usaha yang biasa-biasa saja.
P/E rasio terhadap rata-rata historis: dengan mempelajari pola P/E rasio selama beberapa tahun, investor akan tahu pada level apa nilai perusahaan dianggap normal dan ‘wajar. Dengan begitu, investor dapat terhindar dari membeli saham yang harganya melampaui pertumbuhan pendapatannya, investor juga jadi tahu kapan mesti mulai menjual sahamnya.
P/E rasio terhadap industri sejenis: bandingkan rasio P/E emiten dengan emiten lain dalam industri sejenis untuk mengetahui mengapa harganya berbeda satu sama lain, apakah karena kinerjanya buruk, ataukah karena dihiraukan investor lain?
P/E rasio terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan: perusahaan dengan prospek menarik mestinya mampu mencatatkan P/E rasio yang tinggi. Rasio P/E terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan juga dapat menjukkan apakah saham tengah overvaluation.
Debt to equity ratio: Lynch memilih perusahaan dengan balance sheet yang kuat, sebab utang yang terlalu banyak akan membatasi gerak emiten untuk menjalankan dan mengembangkan bisnis.
Net cash per share: jumlah kas per lembar saham yang tinggi mengindikasikan kondisi keuangan yang kuat.
Dividen & payout ratio: dividen umumnya dibayarkan oleh perusahaan besar, sementara Lynch lebih suka perusahaan kecil dengan pertumbuhan potensial. Investor yang suka memburu emiten berdividen dianjurkan untuk mencari perusahaan yang mampu membayar dividen bahkan saat resesi, dan perusahaan yang bertahun-tahun (20-30 tahun) mencatatkan peningkatan pembayaran dividen.
Inventori: perhatikan apakah inventori perusahaan menumpuk. Terlebih pada perusahaan siklikal, untuk emiten manufaktur dan retail, inventori yang menumpuk adalah lampu kuning. Apalagi jika pertumbuhan inventorinya lebih cepat dibanding pertumbuhan penjualan.
Lynch memilih saham dengan cara dan kriteria seperti di atas. Setelah memilih saham yang memenuhi kriterianya, ia akan menyimpannya dalam waktu yang lama. Meskipun demikian, bukan berarti ia menganjurkan investor untuk menyimpan suatu saham selamanya.
Alih-alih, Lynch menganjurkan agar investor secara rutin mengevaluasi kinerja dan ‘cerita’ emiten-emiten dalam portofolionya, lihatlah apakah ada perubahan positif ataukah sebaliknya? Bagi Lynch, investor harus tahu kapan mereka mesti menjual sahamnya.
Lynch akan menjual saham dalam portofolionya jika ‘cerita’ yang disimpulkannya saat menginvestigasi prospek emiten telah terwujud sesuai ekspektasinya, dan terbukti dengan harga saham yang mencapai target.
Ia juga akan menjual sahamnya jika emiten tidak mampu mewujudkan rencana bisnis yang dibuat oleh perusahaan itu sendiri.
Itulah strategi investasi ala Peter Lynch, investor legendaris yang mencetak keuntungan dalam kurun waktu 13 tahun. (NKK)