IDXChannel - Kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve, yang menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5% sampai 1,75% pada 16 Juni 2022 lalu menimbulkan banyak efek. Salah satunya ancaman resesi dari inversi imbal hasil atau yield obligasi AS.
Sebelum The Fed mengumumkan hal tersebut, alarm bahwa kurva yield sudah menunjukkan hasil terbalik pada April 2022.
Melansir IDXChannel, per tanggal 1 April 2022 imbal hasil obligasi AS atau US Treasury 2 tahun menyentuh angka 2,44%. Angka itu terlihat 6 bps (basis poin) lebih tinggi bila dibandingkan dengan imbal hasil US tenor 10 tahun, yakni 2,38%.
Sementara itu, yield obligasi AS (pada tenor 2 tahunnya) mencapai level tertingginya pada 14 Juni 2022, yakni 3,45%. Kondisi kurva terbalik ini memberikan sinyal tersendiri bahwa AS akan mengalami resesi.
Kurva dengan kondisi terbalik ini dinilai tidak akan salah dalam memprediksi resesi di AS. Risiko besar semakin terlihat ketika pelaku pasar lebih masif dalam memegang obligasi jangka pendek ketimbang jangka panjangnya.
Pada 13 Juni 2022, dua indeks utama Wall Street dibuka jatuh pada perdagangan awal pekan. Dow Jones Industrial Average (DJI) turun 1,80% di level 30.829,23, Nasdaq Composite (IXIC) juga mengalami kemerosotan ke angka 11.055,10 (25%), dan S&P 500 aray SPX juga tertekan 2,23% pada level 3.813,83.
Penurunan tersebut semakin membuka kekhawatiran AS terhadap ancaman resesi. Kondisi tersebut ditambah dengan langkah The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga. (FRI)