sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Bedah Arah Baru Energi Bersih, Analis Soroti Saham Ini

Market news editor TIM RISET IDX CHANNEL
21/11/2025 13:00 WIB
Geliat pengembangan energi terbarukan di berbagai negara terus menguat, ditopang konsistensi kebijakan dan meningkatnya aliran investasi pasca-2025.
Bedah Arah Baru Energi Bersih, Analis Soroti Saham Ini. (Foto: Freepik)
Bedah Arah Baru Energi Bersih, Analis Soroti Saham Ini. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Geliat pengembangan energi terbarukan di berbagai negara terus menguat, ditopang konsistensi kebijakan dan meningkatnya aliran investasi pasca-2025.

Amerika Serikat (AS), Eropa, hingga negara-negara Asia mempercepat pengadaan energi bersih demi memenuhi target dekarbonisasi jangka panjang.

Menurut riset MNC Sekuritas yang terbit pada 18 November 2025, secara global, tambahan kapasitas energi terbarukan diperkirakan mencapai sekitar 4.600 gigawatt (GW) pada 2030, dengan tenaga surya dan angin mendominasi sekitar 67 persen berkat biaya yang kian kompetitif.

Perubahan dinamika energi dunia ini sejalan dengan upaya Indonesia menjalankan peta jalan net zero emission (NZE) 2060. Pemerintah menargetkan porsi energi terbarukan mencapai 23 persen pada 2025 dan 34,3 persen pada 2034.

Meski realisasi sementara masih tertinggal dari sasaran, arah kebijakan dinilai semakin jelas, terutama setelah terbitnya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. Dokumen tersebut memuat rencana pembangunan pembangkit baru hingga 52,8 GW dan jaringan transmisi sepanjang 47.800 km.

Upaya modernisasi jaringan dan konektivitas antarwilayah menjadi prioritas untuk memperkuat integrasi sumber daya energi yang tersebar di berbagai daerah.

Kebutuhan listrik nasional diperkirakan tumbuh rata-rata 5,3 persen per tahun hingga 2034, sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2 persen.

Dari total rencana penambahan pembangkit baru, sekitar 75 persen berasal dari energi terbarukan, mencakup panas bumi, tenaga air, PLTS, dan sistem hibrida dengan baterai. Penurunan biaya teknologi serta ketersediaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah membuat opsi energi bersih semakin rasional secara ekonomi.

Kerangka kebijakan pendukung juga semakin matang. Green Taxonomy 2.0 dan pedoman pembiayaan berkelanjutan memperjelas kriteria investasi bagi perbankan dan pengembang proyek, sekaligus menekan biaya pendanaan.

Pemerintah menargetkan kapasitas PLTS mencapai sekitar 17 GWp pada 2034, termasuk pengembangan PLTS terapung dan PLTS berbasis baterai.

Panas bumi tetap menjadi salah satu tulang punggung transisi energi, mengingat potensi nasional yang mencapai 23,6 GW, terbesar kedua di dunia. Sumber daya tenaga air, dengan potensi sekitar 26,3 GW, juga menawarkan prospek jangka panjang meski membutuhkan waktu pembangunan lebih panjang.

Skema pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai USD21,4 miliar turut memperkuat arus investasi, terutama melalui kombinasi pembiayaan campuran dan pinjaman berbunga rendah. Penyaluran awal telah diarahkan untuk ekspansi panas bumi, peningkatan jaringan listrik, serta kajian pensiun dini PLTU, memberi dorongan tambahan terhadap kelayakan finansial proyek-proyek energi bersih.

Dalam jangka menengah, kapasitas terpasang di sektor surya, panas bumi, dan tenaga air diperkirakan meningkat signifikan berkat rencana pengembangan yang lebih jelas dari PLN serta meningkatnya partisipasi pengembang listrik swasta.

Potensi energi terbarukan Indonesia yang diperkirakan mencapai 443 GW, didominasi tenaga surya dan air, masih sangat luas untuk digarap. Sementara itu, konsumsi listrik domestik tetap solid, ditopang pertumbuhan penduduk, peningkatan konsumsi rumah tangga, dan kebutuhan industri yang stabil.

Dengan latar tersebut, MNC Sekuritas mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor energi terbarukan. Prospek pertumbuhan dinilai kuat, ditopang rencana ekspansi kapasitas 6-7 GW per tahun, biaya teknologi yang menurun, serta permintaan listrik yang stabil. Total investasi kumulatif di sektor ini diperkirakan mencapai sekitar USD30 miliar, belum termasuk komitmen pendanaan JETP.

Untuk emiten panas bumi (geothermal), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), MNC Sekuritas memberikan rekomendasi beli dengan target harga Rp1.705. Saat ini, per Jumat (21/11/2025), PGEO diperdagangkan di level Rp1.200 per unit.

Valuasinya disebut masih menarik dengan perkiraan price-to earnings ratio (P/E) untuk tahun buku 2025 (FY25E) sebesar 18,2x dan proyeksi 2026 (FY26F) 17,4x, serta rasio price-to book value (PBV) FY25E dan FY26F masing-masing di level 1,4x. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement