Cisco menjadi salah satu perusahaan paling berharga di dunia kala itu dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai USD555 miliar bahkan melampaui Microsoft.
Namun, capaian Cisco ini tidak bertahan lama. Perusahaan ini tidak kebal terhadap penurunan siklus ekonomi, maupun terhadap pemotongan belanja modal besar-besaran oleh operator telekomunikasi setelah pecahnya gelembung internet.
Dotcom bubble adalah gambaran yang terjadi pada pasar saham yang meletus pada akhir tahun 1990an dan mencapai puncaknya pada Jumat, 10 Maret 2000.
Periode pertumbuhan pasar ini ditandai dengan meluasnya penggunaan World Wide Web dan Internet, menghasilkan pertumbuhan modal ventura untuk sejumlah perusahaan startup dotcom baru.
Antara tahun 1995 dan puncaknya pada bulan Maret 2000, investasi pada indeks pasar saham gabungan Nasdaq naik 800 persen, namun turun 78 persen dari puncaknya pada bulan Oktober 2002 dan kehilangan semua keuntungan yang dihasilkan sebelumnya.
Selama kehancuran dotcom, banyak perusahaan belanja online, terutama Pets.com, Webvan, dan Boo.com, serta beberapa perusahaan komunikasi, seperti Worldcom, NorthPoint Communications, dan Global Crossing, gagal dan ditutup.
Sementara perusahaan besar seperti Amazon dan Cisco Systems kehilangan sebagian besar kapitalisasi pasarnya, dengan Cisco kehilangan 80 persen nilai sahamnya.
Setelah perusahaan tersebut go public pada tahun 1990, saham Cisco melonjak lebih dari 1.000 kali lipat selama satu dekade, mencapai level tertinggi sebesar USD80 pada 27 Maret 2000. Namun, pasca kejatuhan dotcom bubble, saham Cisco jatuh ke titik terendah hanya menyentuh USD8,60 pada 8 Oktober 2002.
Namun keruntuhan industri telekomunikasi terjadi lebih awal dari perkiraan. Ini hanya membutuhkan waktu empat tahun dari masa kejayaan hingga kehancuran. Kelebihan pasokan menyebabkan lebih dari 20 grup telekomunikasi bangkrut pada tahun 2002 dengan sahamnya anjlok secara bersamaan.
Saat ini di dunia AI, chip adalah rajanya. Oleh karena itu, perusahaan AI kini dituntut untuk memiliki lebih banyak rantai pasokan pembuatan chip.
Namun, kini ada risiko besarnya biaya yang dibutuhkan dan terlalu cepat. Beberapa perusahaan selain Nvidia, seperti Samsung harus memangkas produksi tahun lalu untuk mengatasi kelebihan pasokan chip.
Perusahaan Jepang Kioxia juga membukukan rekor kerugian USD1,7 miliar selama tiga kuartal hingga Desember 2023. Selain itu, lebih dari 70 pabrik chip baru baru sedang dibangun.
Meski demikian, menurut direktur teknologi Morningstar Brian Colello, Nvidia adalah bisnis yang jauh lebih besar dan lebih stabil sebelum pertumbuhannya meningkat pesat. Sementara Cisco adalah perusahaan rintisan yang tumbuh secara mengesankan tetapi dengan basis yang lebih kecil.
“Sebagian besar pendapatan Cisco berasal dari pembelian dan pembangunan untuk mengantisipasi pertumbuhan internet. Dengan Nvidia, kami melihat GPU-nya langsung digunakan untuk melatih model AI,” kata Brian di akhir 2023 lalu.
Selain itu, menurut Brian, GPU Nvidia secara inheren memiliki masa manfaat yang lebih pendek dibandingkan peralatan jaringan Cisco, yang menurutnya mengurangi kemungkinan pengembangan yang berlebihan.
Colello berpendapat saham Nvidia dinilai wajar setelah pendapatan kuartal ketiga perusahaan dan perkiraan bullish untuk kuartal keempat. (ADF)