BMRI sendiri memiliki PER yang cenderung wajar, yakni 10,48 kali. Untuk lebih jelas, kita lihat perbandingan laba bersih keduanya. Laba BMRI mencapai Rp39,06 triliun selama periode 9 bulan di 2023, terbesar kedua di bursa.
Sedangkan, laba AMMN hanya sekitar Rp973 miliar dalam periode yang sama.
Demikian pula, emiten batu bara milik konglomerat Low Tuck Kwong PT Bayan Resources Tbk (BYAN), yang nangkring di posisi keempat memiliki PER 29,31 kali, di atas rule of thumb dan rerata emiten batu bara yang hanya 8,3 kali.
Rasio price-to book value (PBV), atau perbandingan harga saham dengan nilai buku (ekuitas), BYAN juga kelewat tinggi, yakni 22,65 kali, di atas aturan praktis 1 kali.
Tidak ketinggalan, emiten geotermal milik taipan Prajogo Pangestu PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), yang sedang menjadi hot stock, sukses menduduki peringkat kedua, membuntuti emiten bank Grup Djarum PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang berada di posisi nomor wahid. (Lihat tabel di bawah ini.)
Valuasi PER BREN yang mencapai 506,06 kali, jauh di atas aturan umum. Begitu pula PBV yang sudah menyentuh 222,56 kali. Sungguh tidak wajar apabila diteropong menggunakan perspektif value investing, entah via kaca mata investor legendaris Warren Buffett, mendiang Charlie Munger, hingga investor kawakan Indonesia Lo Kheng Hong (LKH).