Data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada lanjutan sesi II, Senin (8/5) mencatat, saham BBTN turun hingga 10 persen secara year to date (YTD). (Lihat grafik di bawah ini.)
Sedangkan, dalam setahun terakhir, saham bank himbara ini merosot 20,89 persen. Bahkan, ambles 59,55 persen dalam kurun 5 tahun belakangan.
Di samping itu, potensi berpisahnya BTN Syariah dari BBTN menyebabkan pelaku investor berekspektasi bahwa hal tersebut dapat menekan NIM dan memengaruhi biaya kredit BBTN.
“Agar keuangan BBTN tetap solid setelah berpisah dengan BTN Syariah, dibutuhkan tambahan likuiditas dari BBTN bila ingin memperkuat pasar dengan kualitas kreditnya,” kata Nafan.
Informasi saja, pendapatan bunga bersih BBTN pada kuartal I-2023 tercatat merosot 12,68 persen menjadi Rp3,12 triliun. Meski begitu, laba bersih emiten masih bertumbuh 3,42 persen menjadi Rp800,88 miliar.
Samuel Sekuritas Indonesia dalam risetnya bertajuk “Daily Research: Driven by Global Sentiments, JCI May Weaken” yang dirilis pada 27 April 2023 menyebutkan, penurunan pendapatan bunga bersih emiten disebabkan kenaikan biaya dana atau cost of funds (CoF) menjadi 3,6 persen di kuartal I-2023.
Sementara, biaya provisi pada periode ini lebih rendah 4,7 persen secara yoy menjadi Rp749 miliar. Kemudian, kredit macet atau non-performing loan (NPL) naik 3,54 persen pada kuartal I-2023.
Kendati demikian, kredit yang dibukukan pada periode ini naik 8,2 persen yoy menjadi Rp299,7 triliun, diikuti dengan dana pihak ketiga (DPK) yang bertumbuh 10 persen menjadi Rp319,6 triliun.
“Ekspansi penyaluran kredit BBTN kepada bisnis yang memberikan imbal hasil tinggi seperti KPR dan kredit UKM di tahun 2023 dapat mengurangi tekanan pada NIM di kuartal mendatang,” tulis Samuel Sekuritas.
Periset: Melati Kristina
(ADF)