IDXChannel – Potensi merger antara PT Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dapat memengaruhi kinerja fundamental PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) sebagai induk BTN Syariah.
Terlebih, aksi merger tersebut dapat menyebabkan BBTN harus melepaskan unit usaha syariahnya tersebut.
Asal tahu saja, menurut Menteri BUMN Erick Thohir, merger BRIS dan BTN Syariah bakal selesai pada akhir tahun 2023. Adapun, kedua perusahaan tersebut saat ini tengah mematangkan negosiasi terkait penggabungan tersebut.
"BSI dan BTN syariah terus melakukan negosiasi dan insyaAllah akhir tahun ini bisa final," ungkap Erick di Kementerian BUMN, Kamis (4/5).
Di samping itu, Erick juga menjelaskan bahwa sinergi yang dilakukan oleh kedua bank tersebut bertujuan untuk memperluas akses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) baik konvensional maupun syariah, terutama bagi generasi milenial.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah berpendapat bahwa aksi merger yang dilakukan BRIS dan BTN Syariah yang berfokus pada KPR dapat membantu mengembangkan pasar syariah di sektor properti.
“Dengan merger tersebut, sektor properti BTN Syariah akan mengalami penguatan dari sisi pembiayaan dari BRIS karena pembiayaannya ditentukan oleh ketersediaan dana dari bank sehingga bisa memberikan simbiosis mutualisme,” kata Piter kepada IDX Channel, Jumat (5/5).
Kendati demikian, Piter mengatakan bahwa ada risiko yang mengintai dari aksi merger tersebut, terutama bagi aset induk BTN Syariah, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).
“Saat ini BTN Syariah masih menjadi unit usaha syariah yang tergabung dengan induknya, sehingga sebelum melaksanakan merger BTN Syariah perlu dilepas terlebih dahulu oleh BBTN agar meminimalisir berkurangnya aset dari BBTN,” jelas Piter.
Lebih lanjut, Piter menjelaskan bahwa BBTN merupakan bank strategis BUMN, sehingga perlu dipertimbangkan agar tidak berdampak negatif bagi pembiayaan perumahan.
“Fokus dalam mengembangkan KPR tersebut jangan sampai menyebabkan kekurangan aset bagi BBTN yang akan berdampak negatif dalam membiayai perumahan,” pungkas Piter.
Lebih lanjut, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan, aksi merger tersebut bisa jadi memengaruhi pergerakan fundamental BBTN kedepannya.
“Memang kalau secara tren saham, BBTN sedang mengalami penurunan atau downtrend, sebenarnya dipengaruhi oleh menurunnya net interest margin (NIM),” kata Nafan kepada IDX Channel, dalam wawancara pada Senin (8/5).
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada lanjutan sesi II, Senin (8/5) mencatat, saham BBTN turun hingga 10 persen secara year to date (YTD). (Lihat grafik di bawah ini.)
Sedangkan, dalam setahun terakhir, saham bank himbara ini merosot 20,89 persen. Bahkan, ambles 59,55 persen dalam kurun 5 tahun belakangan.
Di samping itu, potensi berpisahnya BTN Syariah dari BBTN menyebabkan pelaku investor berekspektasi bahwa hal tersebut dapat menekan NIM dan memengaruhi biaya kredit BBTN.
“Agar keuangan BBTN tetap solid setelah berpisah dengan BTN Syariah, dibutuhkan tambahan likuiditas dari BBTN bila ingin memperkuat pasar dengan kualitas kreditnya,” kata Nafan.
Informasi saja, pendapatan bunga bersih BBTN pada kuartal I-2023 tercatat merosot 12,68 persen menjadi Rp3,12 triliun. Meski begitu, laba bersih emiten masih bertumbuh 3,42 persen menjadi Rp800,88 miliar.
Samuel Sekuritas Indonesia dalam risetnya bertajuk “Daily Research: Driven by Global Sentiments, JCI May Weaken” yang dirilis pada 27 April 2023 menyebutkan, penurunan pendapatan bunga bersih emiten disebabkan kenaikan biaya dana atau cost of funds (CoF) menjadi 3,6 persen di kuartal I-2023.
Sementara, biaya provisi pada periode ini lebih rendah 4,7 persen secara yoy menjadi Rp749 miliar. Kemudian, kredit macet atau non-performing loan (NPL) naik 3,54 persen pada kuartal I-2023.
Kendati demikian, kredit yang dibukukan pada periode ini naik 8,2 persen yoy menjadi Rp299,7 triliun, diikuti dengan dana pihak ketiga (DPK) yang bertumbuh 10 persen menjadi Rp319,6 triliun.
“Ekspansi penyaluran kredit BBTN kepada bisnis yang memberikan imbal hasil tinggi seperti KPR dan kredit UKM di tahun 2023 dapat mengurangi tekanan pada NIM di kuartal mendatang,” tulis Samuel Sekuritas.
Periset: Melati Kristina
(ADF)