IDXChannel - Bursa Asia sebagian besar dibuka loyo pada perdagangan Rabu (28/5/2024), seiring pasar menanti rilis data inflasi Amerika Serikat (AS).
Indeks saham di Hong Kong dan Korea Selatan, indeks Australia, hingga Jepang melemah. Sementara, indeks di China menguat tipis.
Pada pukul 09.30 WIB, indeks Hang Seng Hong Kong anjlok 1,02 persen di level 18.629. Pada saat yang sama, indeks saham Nikkei 225 Jepang turun 0,28 persen di level 38.748.
Sementara, indeks ASX 200 Australia turun 0,98 persen di level 7.690. Indeks KOSPI Korea Selatan turun 0,98 persen di level 2.696 dan indeks Shanghai Composite naik 0,57 persen pada saat bersamaan di level 3.127. (Lihat grafik di bawah ini.)
Dari Tanah Air, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jeblok 0,47 persen di level 7.220 pada pukul 09.35 WIB. Pada sesi sebelumnya, IHSG ditutup menguat 1,08 persen ke level 7.253,62.
Sebagian besar saham Asia melemah, terbebani oleh kekhawatiran bahwa inflasi yang tinggi akan mendorong bank sentral utama untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
Pasar China menjadi pengecualian karena pemerintah mengumumkan langkah-langkah lebih lanjut untuk mendukung sektor properti yang sedang terpuruk.
Sejumlah kota besar di China, termasuk Shanghai dan Shenzhen, terlihat semakin melonggarkan pembatasan pembelian rumah dan persyaratan pinjaman untuk investasi properti.
Langkah-langkah ini diambil hanya beberapa minggu setelah Beijing mengumumkan serangkaian langkah-langkah yang mendukung pasar properti.
Saham-saham regional mengikuti Wall Street semalam yang didorong oleh reli saham Nvidia yang pada gilirannya mendorong Nasdaq Composite ke rekor tertinggi.
Namun di luar sektor teknologi, saham-saham AS secara umum tidak bergerak karena mengantisipasi data inflasi utama yang akan dirilis akhir pekan ini. Pejabat The Federal Reserve (The Fed) juga terus memberikan komentar hawkish mereka mengenai suku bunga.
Saham di bursa Australia tenggelam karena guncangan inflasi yang masih cukup tinggi. Indeks ASX 200 Australia merupakan salah satu indeks dengan kinerja terburuk di Asia, dan merosot hampir 1 persen setelah data inflasi negeri Kangguru menunjukkan hasil yang lebih kuat dari perkiraan pada April.
Angka tersebut menandai peningkatan inflasi selama dua bulan berturut-turut, dan meningkatkan kekhawatiran terhadap Reserve Bank of Australia yang lebih hawkish.
Inflasi yang kaku alias sticky dapat mendorong RBA untuk mempertahankan suku bunga tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, atau bahkan berpotensi menaikkan suku bunga lebih lanjut pada tahun ini.
Bank sentral telah mempertimbangkan kenaikan suku bunga pada pertemuan bulan Mei, dan telah memberi isyarat bahwa mereka tidak akan mengesampingkan tindakan apa pun untuk menurunkan inflasi yang tinggi.
Saham Jepang juga terpukul oleh sinyal BOJ yang beragam. Anggota Bank of Japan Adachi Seiji memperingatkan bahwa penurunan yen yang berlebihan dapat menarik pengetatan kebijakan bank sentral, terutama jika hal itu berdampak pada inflasi.
Adachi juga memperkirakan bahwa inflasi akan meningkat pada periode musim panas-musim gugur, dan BOJ akan secara bertahap menghentikan program pembelian aset stimulatifnya.
Namun dia memperingatkan agar tidak menaikkan suku bunga secara cepat, karena risiko terhadap perekonomian Jepang, dan menekankan perlunya menjaga kebijakan yang akomodatif dalam jangka pendek. (ADF)