"Baik AS maupun China tampaknya yakin berada di posisi unggul, sehingga kebuntuan ini bisa berlangsung selama beberapa bulan ke depan," kata analis dari PGIM Fixed Income.
"China tampaknya tak berniat mundur dari sikap tarifnya saat ini dan justru melihat dinamika perdagangan global ini sebagai peluang untuk memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara pengekspor ke AS."
Gedung Putih menyatakan Trump terbuka untuk mencapai kesepakatan dagang dengan China, tetapi menegaskan bahwa inisiatif pertama harus datang dari Beijing.
Data terbaru menunjukkan ekonomi China tumbuh 5,4 persen pada kuartal I-2025 secara tahunan, melebihi ekspektasi. Namun, ketegangan dagang dengan AS tetap menjadi bayang-bayang yang membatasi prospek pertumbuhan.
Presiden AS Donald Trump kembali memanaskan situasi dengan memerintahkan investigasi untuk kemungkinan tarif baru atas seluruh impor mineral penting, menyusul peninjauan terhadap impor farmasi dan chip. Beijing pun membalas dengan sikap keras, termasuk kabar bahwa mereka meminta maskapai menghentikan pengiriman pesawat Boeing.