Dia menyebut investor domestik, terutama perbankan dan dana pensiun, berpotensi masuk lebih besar apabila imbal hasil obligasi bergerak lebih tinggi.
“Bank Indonesia juga terus melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas pasar,” kata dia.
Meski menegaskan pasar cenderung pulih setelah gejolak sosial, Helmy mengingatkan bahwa risiko utama berasal dari kondisi makroekonomi yang menjadi dasar.
Tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat, termasuk kebijakan fiskal dan pajak, berpotensi memperdalam kekhawatiran publik.
“Risiko yang lebih besar biasanya bersumber dari kelemahan makroekonomi, yang sering dipersepsikan sebagai pemicu utama keresahan publik,” kata Helmy.
Hingga Selasa (2/9/2025), pasar saham mulai menunjukkan pemulihan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menguat 1,17 persen ke 7.826.32.
(NIA DEVIYANA)