IDXChannel - Pasar modal di Indonesia telah eksis sejak masa kolonial Belanda, jauh sebelum Tanah Air merdeka.
Awalnya, pemerintah Hindia Belanda membentuk bursa efek di Batavia untuk menghimpun modal besar yang dibutuhkan guna membangun perkebunan secara masif.
Salah satu sumber pendanaan berasal dari tabungan masyarakat Eropa dan Belanda berpenghasilan tinggi.
Untuk mewadahi transaksi tersebut, berdirilah Vereniging voor de Effectenhandel, cabang dari Amsterdamse Effectenbeurs atau Asosiasi Perdagangan Efek.
Bursa ini berlokasi di Batavia (Jakarta) dan memperdagangkan saham serta obligasi perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di tanah jajahan.
Berdasarkan buku Effectengids terbitan Vereniging voor den Effectenhandel pada 1939, pasar modal Batavia tercatat sebagai yang tertua keempat di Asia, setelah Bombay, Hong Kong, dan Tokyo.
Perkembangannya yang pesat mendorong pembukaan bursa efek di Surabaya dan Semarang pada 1925. Namun, aktivitas perdagangan terhenti akibat gejolak ekonomi dan politik yang dipicu Perang Dunia I dan II.
Bursa Efek di Jakarta, Semarang, dan Surabaya sempat kembali beroperasi hingga 1942, sebelum kembali ditutup pada 1956 seiring program nasionalisasi perusahaan asing oleh pemerintah.
Setelah vakum lebih dari dua dekade, pasar modal Indonesia dihidupkan kembali pada 10 Agustus 1977 oleh Presiden Soeharto melalui pembukaan Bursa Efek Jakarta.
Seiring waktu, kebijakan terus diperbarui hingga akhirnya pada 2007, Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya resmi bergabung menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI), yang kini menjadi pusat perdagangan efek terbesar di Tanah Air.
(DESI ANGRIANI)