Di samping itu, penguatan nilai tukar Rupiah (IDR) dan Dolar Australia (AUD) terhadap Dolar Amerika Serikat (USD), bersama dengan stabilnya tingkat Secured Overnight Financing Rate (SOFR), membuat perseroan mampu mengelola tekanan keuangan dengan lebih efektif.
Sepanjang sembilan bulan ini, biaya keuangan DOID meningkat sebesar 20 persen secara tahunan akibat investasi berorientasi masa depan, yang menyebabkan kerugian bersih USD17,4 juta. Angka itu membaik signifikan dari kerugian bersih sebesar USD26,6 juta pada semester pertama.
“Fokus teliti kami pada keunggulan operasional, ekspansi geografis, diversifikasi komoditas, dan keberlanjutan menempatkan kami pada posisi kuat di lanskap pertambangan global,” ujar Iwan.
DOID mencatatkan sejumlah capaian yang mendorong pertumbuhan kinerja saat ini sampai beberapa tahun ke depan, seperti perpanjangan kontrak 11 tahun senilai USD7,8 miliar dengan PT Indonesia Pratama (IPR), anak perusahaan Bayan Group, perpanjangan kontrak dua tahun senilai AUD 200 juta untuk Tambang Meandu di Australia dengan TEC Coal Pty Ltd, serta kontrak baru sepanjang usia tambang senilai USD755 juta dengan PT Persada Kapuas Prima (PKP) di Kalimantan Tengah.