IDXChannel - Investor asing kembali mencatatkan jual bersih (net sell) di bursa Tanah Air yang turut menekan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG) sepanjang pekan ini.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG terkoreksi cukup dalam sebesar 2,36 persen selama sepekan, usai memerah selama empat hari beruntun.
Pada Jumat (14/6), IHSG ditutup turun tajam 1,42 persen ke posisi 6.734,83.
Investor asing mencatatkan net sell Rp4,35 triliun di pasar reguler selama 5 hari bursa belakangan, membuat net sell asing sebulan bertambah menjadi Rp10,46 triliun.
Saham bank kakap alias big banks menjadi sasaran jual asing. Saham bank BUMN PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), misalnya, mencatatkan net sell asing Rp1,7 triliun selama pekan ini, terbesar di antara yang lainnya.
Harga saham BBRI pun merosot 3,91 persen dalam sepekan. Dibandingkan dengan posisi all-time high pada 13 Maret 2024, saham BBRI sudah menukik 35,19 persen.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga terkena net sell, yakni sebesar Rp475,9 miliar dalam sepekan. Saham BBCA melemah 1,34 persen dalam periode tersebut.
Demikian pula, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang mengalami net sell Rp394,7 miliar yang membuat harga sahamnya merosot tajam 8,37 persen dalam sepekan.
Kemudian, investor asing juga net sell di saham emiten jasa ride-hailing & e-commerce PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), dengan nilai Rp296,6 miliar di pekan ini. Saham GOTO jatuh 10,34 persen.
Selain nama-nama di atas, saham bank BBNI dan telkomunikasi TLKM juga masing-masing terkena net sell Rp266,5 miliar dan Rp172,4 miliar. Kedua saham tersebut secara berturut-turut jatuh 8,30 persen dan 10,82 persen.
Penurunan pasar saham RI terjadi seiring nilai tukar rupiah menyentuh level terendah dalam empat tahun terakhir seiring menguatnya dolar Amerika Serikat (AS).
Per Jumat (14/6), rupiah melemah 0,8 persen ke level Rp16.394 per USD, terendah sejak awal April 2020 atau di masa pandemi Covid-19.
Mata uang Garuda sudah melemah 1,3 persen dalam sepekan dan 6,5 persen sepanjang 2024 (YtD).
Pelemahan rupiah terjadi sepekan menjelang rapat kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga. Namun, karena nilai tukar rupiah berada di bawah tekanan, para analis tidak mengesampingkan potensi kenaikan suku bunga.
“Base case kami adalah Bank Indonesia akan tetap menahan, namun risiko kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin relatif tinggi, menurut pandangan kami, terutama jika mata uang berada di bawah tekanan baru,” tulis analis Barclays dalam catatan kliennya, dilansir dari Reuters, Jumat (14/6).
Pada Jumat, BI melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mempertahankan rupiah, dan berjanji untuk menggunakan kebijakan moneter untuk menstabilkan mata uang RI.
BI pada April lalu mengumumkan kenaikan suku bunga yang mengejutkan pasar sebagai respons terhadap penurunan tajam nilai tukar rupiah.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, penurunan teranyar rupiah saat ini tidak berarti BI akan menaikkan suku bunga lagi pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19-20 Juni. Namun, kata Josua, hal ini membuat BI cenderung tidak melakukan pelonggaran moneter dalam waktu dekat.
Bank sentral RI tersebut telah menaikkan suku bunga sebanyak 275 basis poin sejak pertengahan 2022. (ADF)