Edo juga menjelaskan bahwa kondisi pasar keuangan yang bergejolak dengan adanya kenaikan yield obligasi, volatilitas harga saham serta tren depresiasi nilai tukar rupiah akan berdampak pada industri asuransi umum.
Asuransi dengan kekuatan modal dan tingkat solvabilitas yang tinggi lebih diunggulkan dalam kasus ini.
"RBC memperhitungkan berbagai risiko. Apabila nilai RBC tinggi maka kemampuan menyerap risiko baik risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, risiko asuransi dan risiko operasional menjadi lebih baik," tutur Edo.
Terkait dengan depresiasi nilai tukar rupiah, Raditya Krisna Pradana analis Kanaka Hita Solvera menjelaskan hal ini perlu diperhitungkan oleh industri asuransi umum, terutama mereka yang memiliki eksposur ke valuta asing.
Namun untuk kasus TUGU, depresiasi nilai tukar rupiah risikonya dapat dikelola dengan baik mengingat perseroan berada pada posisi yang solid karena sudah melakukan hedging dengan menerapkan strategi minimizing mismatch antara aset dan liabilitas dalam valuta asing.
Kinerja keuangan TUGU (induk) di sepanjang empat bulan tahun 2024 juga menunjukkan pertumbuhan laba operasional yang signifikan. Laba usaha TUGU (induk) mencapai Rp267,7 miliar atau meningkat 96,1 persen secara year-on-year dari periode yang sama tahun sebelumnya di Rp136,5 miliar.
TUGU (induk) mencatat hasil underwriting pada April 2024 sebesar Rp302,9 miliar. Hasil underwriting TUGU meningkat pesat sebesar 58,5 persen yoy dari April 2023 yang hanya Rp191,2 miliar. (TSA)