IDXChannel – Wacana Komisi XI DPR RI untuk mendorong kenaikan porsi free float saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga 40 persen tengah menjadi sorotan pelaku pasar.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, M. Nafan Aji, menilai wacana DPR tersebut perlu disambut serius oleh emiten. Menurutnya, langkah itu penting untuk memperkuat likuiditas pasar modal domestik.
“Kalau hemat saya, emiten harus bersiap dalam rangka memperkuat free float. Memang, rata-rata emiten kita tidak terlalu likuid,” kata Nafan, Senin (29/9/2025).
Ia menambahkan, peningkatan free float memang menjadi syarat penting untuk mendorong likuiditas. “Kalau untuk peningkatan likuiditas, free float harus ditingkatkan. BBCA saja, kalau berdasarkan data Bloomberg, memiliki free float di 42 persen,” ujarnya.
Menurut Nafan, tingginya free float juga akan membantu menarik investor asing.
“Dengan demikian, apabila investor asing masuk, terjadi capital inflow, sehingga mengurangi dampak dari tren net foreign sell secara year-to-date, yang masih cukup tinggi,” tutur Nafan.
Ia pun menekankan pentingnya kerja sama seluruh pihak. “Harus ada sinergi, DPR maupun juga BEI dan stakeholder lainnya, untuk memperkuat likuiditas di pasar modal kita,” katanya.
Senada, analis Trimegah Sekuritas, Kharel Devin Fielim, menilai wacana peningkatan free float yang digulirkan DPR merupakan langkah yang baik untuk pasar modal Indonesia.
“Wacana tersebut bagus tapi mungkin butuh waktu,” kata Kharel, Senin (29/9).
Ia menilai, tujuan utama kebijakan itu adalah memperbesar likuiditas saham-saham di Bursa. “Jadi lebih likuid saham-sahamnya,” ujarnya.
Menurut Kharel, dampaknya juga tidak akan merugikan saham-saham kecil. “Nggak berdampak negatif ke saham-saham non-blue chip, malah bagus jadi tambah likuid,” tuturnya.
Tanggapan BEI
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyatakan BEI terus mengkaji penyesuaian aturan pencatatan saham, termasuk ketentuan free float.
Ia menegaskan setiap kebijakan harus mempertimbangkan kondisi perusahaan tercatat dan kemampuan investor agar tercipta keseimbangan pasar dan likuiditas yang baik.
“Dengan demikian, setiap kebijakan mengenai Free Float juga harus dilihat dari dua sisi tersebut demi terciptanya keseimbangan pasar dan likuiditas yang baik,” kata Nyoman kepada wartawan, Jumat (26/9/2025).
Nyoman mengatakan, konsep penyesuaian akan BEI publikasikan dalam waktu dekat untuk mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan.
Menurutnya, BEI tidak hanya fokus pada persyaratan free float calon emiten, tetapi juga mendorong hadirnya IPO berskala besar yang langsung memperkuat nilai kapitalisasi free float.
Saat ini BEI memiliki program pendampingan untuk perusahaan swasta maupun BUMN, mulai dari go public coaching clinic hingga one-on-one meeting, guna mempermudah proses IPO.
Nyoman menjelaskan BEI menetapkan target IPO berskala besar atau lighthouse IPO dengan kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun dan free float minimal 15 persen atau Rp700 miliar.
Kehadiran perusahaan besar dinilai mampu menarik investor institusi domestik maupun asing, sehingga meningkatkan likuiditas pasar. Sepanjang tahun ini telah tercatat lima lighthouse IPO, yakni RATU, CBDK, YUPI, CDIA, dan EMAS.
“Hal ini menjadi salah satu indikator penting dalam mendorong kehadiran IPO skala besar yang diharapkan mampu memperkuat struktur pasar serta meningkatkan daya tarik bagi investor,” ujarnya.
Bagi perusahaan tercatat yang sudah ada, BEI juga rutin melakukan sosialisasi, pemantauan, pengenaan sanksi, hingga pemberian notasi khusus bagi emiten dengan free float rendah.
Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyampaikan bahwa porsi free float di Indonesia masih lebih rendah dibanding negara-negara ASEAN lain. Ia mengusulkan agar porsi saham publik dinaikkan hingga 40 persen untuk meningkatkan likuiditas bursa dan kredibilitas emiten. (Aldo Fernando)