sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Emiten Rokok Belum Moncer di Semester Pertama, Bagaimana Analisisnya?

Market news editor Cahya Puteri Abdi Rabbi
03/08/2022 10:00 WIB
Kinerja emiten rokok sepanjang semester pertama tahun ini tercatat belum begitu baik. Kira-kira bagaimana peluangnya?
Emiten Rokok Belum Moncer di Semester Pertama, Bagaimana Analisisnya? (Foto: MNC Media)
Emiten Rokok Belum Moncer di Semester Pertama, Bagaimana Analisisnya? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Kinerja emiten rokok sepanjang semester pertama tahun ini tercatat belum begitu baik. Hal ini terlihat dari kinerja dua emiten rokok besar yang mengalami penurunan laba yakni, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM).
 
CEO PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya, mengatakan, industri rokok merupakan industri yang paling banyak mengalami tantangan. Khususnya di semester ini, kenaikan tarif cukai rokok turut membayangi pergerakan dan prospek saham emiten rokok.
 
Selain itu, faktor lain yang menjadi tantangan industri ini di antaranya, masih terbatasnya ruang bagi perokok di tempat publik, adanya larangan beriklan pada event-event besar, dan pernyataan terkait gangguan kesehatan akibat rokok.
 
“Kalau prospeknya, memang untuk sektor ini banyak sekali tantangannya. Namun, untuk jangka pendek diproyeksikan akan mengalami rebound,” kata William kepada MPI, dikutip Rabu (3/8/2022).
 
Sebagaimana diketahui, HMSP dalam kinerja sepanjang semester pertama tahun ini mencatatkan penurunan laba sebesar 26,37 persen menjadi Rp3,05 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 4,13 triliun.

Meski demikian, penjualan perseroan justru tumbuh 12,34 persen menjadi Rp53,51 triliun dari sebelumnya Rp47,63 triliun.
 
Sementara itu, laba GGRM merosot 59,37 persen menjadi Rp956,14 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,35 triliun. Sama halnya dengan HMSP, GGRM justru mencatatkan pertumbuhan pendapatan perseroan sebesar 1,82 persen menjadi Rp61,67 triliun dari sebelumnya Rp60,5 triliun. (TYO)

Advertisement
Advertisement