Sehingga dengan opsi pendanaan obligasi berupa global bonds yang notabene juga menggunakan mata uang dolar AS, maka perusahaan tidak perlu memperhitungkan potensi kerugian kurs.
"Berbeda dengan perusahaan lain yang catatan keuangannya dalam mata uang rupiah. Dengan (catatan) keuangan kami menggunakan dolar AS dan lalu obligasi juga dalam bentuk dolar AS, maka yang terjadi adalah natural hedging," tutur Nelwin.
Dengan adanya natural hedging, Nelwin menjelaskan, pihaknya tidak perlu lagi memitigasi risiko kerugian yang berpotensi muncul dari pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Sementara terkait rencana penerbitan green bonds jilid II, lanjut Nelwin, saat ini tengah dipertimbangkan sebagai opsi pendanaan untuk target peningkatan kapasitas terpasang hingga 600 MW pada 2027 mendatang.
"Untuk peningkatan (kapasitas terpasang) sebanyak 250 MW di tahun ini kami masih memakai dana hasil IPO (Initial Public Offering/penerbitan perdana saham). Baru untuk (kebutuhan) tahun berikutnya, ada opsi kami terbitkan (green bonds) lagi," tegas Nelwin. (TSA)