IEA menyebutkan, sebagian besar pelemahan permintaan ini akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang. Proyeksi ekonomi global pun diturunkan, menyusul kebijakan tarif baru yang diberlakukan AS sejak awal April.
“Meski impor minyak mentah, gas, dan produk olahan dikecualikan dari tarif baru yang diumumkan AS, kekhawatiran bahwa langkah ini dapat memicu inflasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan memperuncing konflik dagang tetap membebani harga minyak,” kata IEA.
“Dengan proses negosiasi dan aksi balasan yang masih berlangsung, situasi masih dinamis dan penuh risiko. Kami menurunkan asumsi pertumbuhan ekonomi yang mendasari proyeksi kami, sehingga proyeksi pertumbuhan permintaan minyak untuk sisa tahun ini dipangkas sebesar 400 ribu bph.”
IEA juga menurunkan proyeksi pertumbuhan produksi minyak AS tahun ini sebesar 150.000 bph menjadi 490.000 bph, seiring tekanan harga dan biaya yang meningkat akibat kenaikan harga baja dan peralatan tambang imbas tarif. Namun, total pertumbuhan pasokan dari negara non-OPEC masih diperkirakan mencapai 1,3 juta bph tahun ini.
IEA menjadi lembaga terakhir sekaligus paling pesimistis di antara tiga badan besar yang merilis proyeksi bulanan. Sehari sebelumnya, OPEC memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan sebesar 100.000 bph menjadi 1,3 juta bph. Sementara pekan lalu, Badan Informasi Energi AS (EIA) memangkas proyeksi permintaan global untuk 2025 dari 104,1 juta bph menjadi 103,6 juta bph.