IDXChannel - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diproyeksi bergerak melemah sepanjang Desember 2024. Ada tiga faktor yang memengaruhi laju indeks di bulan terakhir tahun ini.
"Kami melihat ruang pelemahan IHSG di Desember 2024, disebabkan oleh tiga faktor," kata Head of Research Panin Sekuritas, Nico Laurens dalam risetnya, Minggu (15/12/2024).
Ketiga faktor tersebut adalah pertama, tensi perang dagang yang masih tinggi. Kedua, inflasi yang meningkat berdampak terhadap kebijakan moneter yang tidak akan selonggar ekspektasi awal, serta ketiga, masih derasnya outflow dana asing ke Amerika Serikat (AS).
Nico menuturkan, Presiden AS, Donald Trump akan menerapkan tambahan tarif sebesar 10 persen untuk semua barang dari China ke AS dan akan menerapkan tarif sebesar 25 persen untuk semua produk dari Meksiko dan Kanada.
Selanjutnya, inflasi di zona Eropa naik ke 2,3 persen di November 2024 atau di atas target dari European Central Bank (ECB) di level 2 persen, mengindikasikan arah kebijakan moneter tidak akan selonggar ekspektasi awal. Kemudian juga akan diperparah kebijakan tarif dari AS.
Rilis data manufaktur di China tercatat positif, PMI naik ke 50,3, level tertinggi sejak April 2024, Sementara itu, non-manufaktur sedikit turun ke 50 dengan composite PMI stabil di 50,8.
Namun, ekonomi di India hanya tumbuh 5,4 persen di kuartal III-2024, di bawah ekspektasi pasar. Indeks dolar naik menjadi 106,2, setelah Presiden AS, Donald Trump mengancam negara BRICS dengan tarif 100 persen, jika mereka membuat atau mendukung mata uang baru yang dapat menggantikan dolar AS.
Lebih lanjut kata Nico, dari dalam negeri, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia edisi November 2024 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di angka 6 persen.
Fokus kebijakan diarahkan pada stabilisasi Rupiah di tengah meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global, termasuk perkembangan politik di AS.
"Patut dicermati, terpilihnya Donald Trump dipandang BI dapat memperlambat proses penurunan inflasi yang bertranslasi pada penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) diperkirakan akan lebih terbatas," ujar Nico.
Sementara itu, kebutuhan pembiayaan defisit fiscal yang lebih besar mendorong kembali meningkatnya yield US Treasury, baik tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
Alhasil, hal tersebut telah berdampak pada menguatnya mata uang USD secara luas, serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS.
"Penguatan respons kebijakan diperlukan untuk memperkuat ketahanan eksternal dari dampak negatif memburuknya rambatan global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia," katanya.
Nico merekomendasikan sektor IDXFIN dan IDXNYCY untuk Desember ini. Alasannya, IDXFIN menjadi pilihan karena meskipun likuditas akan mengetat pasca meningkatnya penerbitan SRBI, namun fundamental bank buku IV yang masih kuat serta tren penurunan beban operasi dan provisi akan menjadi katalis positif.
Selain itu, sektor IDXNYCY direkomendasikan karena inflasi yang stabil, meningkatnya UMR serta stimulus fiskal untuk konsumsi.
Sedangkan sektor yang akan tertekan, diakui Nico, adalah IDXPROP karena relatif flatnya marketing sales serta arah kebijakan moneter yang tidak selonggar ekspektasi awal.
IDXENER lantaran arah pertumbuhan ekonomi global yang akan lemah pasca kebijakan tarif dari AS, serta IDXBASIC karena lambatnya perbaikan ekonomi di China dan kebijakan tarif minimum 65 persen untuk China akan menekan permintaan komoditas.
"Untuk periode Desember 2024, kami merekomendasikan aham BMRI, BBCA, ISAT, ICBP, MAPI, SILO dan JPFA," kata Nico.
(Fiki Ariyanti)