Selain kekhawatiran dari China, terbaru, data inflasi AS juga menjadi faktor pemberat harga minyak dunia di pasar perdagangan. Posisi inflasi Agustus 2022 yang mencapai 8,3 persen berada di luar ekspektasi pasar, lantaran terhitung naik secara tahunan (year on year/yoy) dibanding inflasi Agustus 2021 yang masih 8,2 persen.
Dengan tren harga minyak dalam beberapa waktu terakhir yang telah melandai, ekspektasi pelaku pasar inflasi AS harusnya ikut turun, setidaknya 0,1 persen, menjadi 8,1 persen. Kondisi ini memupuskan harapan bahwa ke depan The Fed dapat melonggarkan kebijakan suku bunga agresif yang diterapkan selama ini.
Justru, The Fed diekspektasikan bakal kembali menaikkan bunga, sampai kondisi inflasi ditargetkan kembali pada posisi normal, di level dua persen. Pekan depan, The Fed dijadwalkan kembali bertemu untuk membahas kebijakan yang bakal diambil selanjutnya.
"Dolar AS yang kuat dan ekspektasi untuk kenaikan suku bunga besar lainnya oleh The Fed membebani sentimen," ujar Analis di CMC Markets, Tina Teng, dalam laporan yang sama.
Menurutnya, bila prospek permintaan minyak di AS kian melemah, maka tren penurunan akan terus berlanjut sejak awal musim panas.