Secara khusus, sambung Inav, tren ini menguntungkan Indonesia dengan memungkinkan perusahaan-perusahaan nikel untuk memonetisasi deposit limonit mereka. Deposit limonit, yang secara historis tidak dimanfaatkan secara maksimal karena kandungan nikelnya yang lebih rendah dibandingkan dengan bijih saprolit, kini menjadi semakin berharga.
Keberadaan teknologi High-Pressure Acid Leach (HPAL) menjadi game-changer bagi Industri nikel di Indonesia. HPAL memungkinkan para penambang nikel di Indonesia untuk tidak hanya mengekstrak nikel dari bijih limonit dengan cara yang lebih efektif dan efisien tapi juga memproduksi MHP, sebuah produk intermediary yang kaya akan nikel dan kobalt.
MHP berperan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan nikel sulfat, komponen kunci dalam pembuatan baterai yang diperlukan untuk kendaraan Listrik. Hal ini tidak hanya memungkinkan perusahaan nikel Indonesia untuk meningkatkan produksi mereka, tetapi juga untuk mendiversifikasi penjualan, yang selama ini lebih berfokus untuk memenuhi kebutuhan industri baja.
Selain itu, monetisasi deposit limonit diharapkan dapat merangsang manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, termasuk peningkatan investasi, penciptaan lapangan kerja, dan kemajuan teknologi dalam industri penambangan dan pengolahan nikel.
Teknologi HPAL diprediksi akan menelan biaya investasi sebesar USD50 ribu per ton dari kapasitas produksi. Dalam kurun waktu 2021-2026 diprediksi setidaknya akan terdapat 12 HPAL yang akan beroperasi di Indonesia dengan total kapasitas mencapai 957 ribu ton Ni per tahun, diprediksi menelan biaya sekitar USD47 miliar.
"Kondisi ini bisa menjadi kesempatan bagi masyarakat yang ingin berinvestasi dan mengoleksi saham-saham komoditas dan kendaraan listrik yang ada di Bursa," pungkas Inav.
(FAY)