Namun juga terdapat risiko kredit dan risiko likuiditasnya yang juga relatif lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah tetap harus dicermati. "Untuk itu, prospek industri/sektor dan kualitas kredit yang direpresentasikan dengan peringkat kredit (credit rating) jadi pertimbangan awal saat memilih obligasi korporasi guna memitigasi risiko kredit dari perusahaan penerbit," katanya.
Untuk meminimalisir risiko likuiditas, investor dapat memilih penerbit obligasi yang cukup aktif di pasar surat utang (frequent issuer). Sebagai gambaran berdasarkan data PEFINDO, obligasi korporasi dengan peringkat AAA masih mendominasi lebih dari 40% outstanding pasar obligasi korporasi Indonesia.
Di sisi lain, dia mengatakan penerbitan obligasi korporasi diyakini masih didominasi oleh sektor keuangan, seperti multifinance, bank, dan institusi keuangan non-bank. Marjin laba yang masih tinggi serta kondisi ekonomi yang menunjukkan pemulihan yang cukup cepat dan ke arah yang lebih baik. Faktor ini diharapkan akan mendorong sektor ini terus tumbuh.
Sementara untuk sektor telekomunikasi, baik penyedia jasa (telco provider) maupun perusahaan menara telekomunikasi juga selalu menjadi frequent issuer di pasar obligasi korporasi Indonesia.
"Rekam jejak yang baik dari perusahaan-perusahaan pada sektor ini membuatnya dapat menjadi pilihan investasi di sektor riil non-keuangan," jelasnya.
(FRI)