IDXChannel - Mundurnya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dari rencana Penawaran Umum Perdana Saham (Initial Public Offering/IPO) membuat formasi emiten-emiten jumbo di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejauh ini belum banyak berubah.
Padahal, sebelum adanya perubahan rencana aksi korporasi rersebut, hadirnya anak usaha PT Pertamina (Group) itu di industri pasar modal nasional semula digadang-gadang bakal merangsek masuk dalam daftar lima IPO terbesar di Indonesia.
Namun, dengan telah dicabutnya dokumen rencana IPO tersebut, deretan lima besar IPO nasional saat ini untuk sementara waktu masih diisi oleh para pemain lama.
Kelima IPO jumbo tersebut yaitu PT Bukalapak.Com Tbk (BUKA), PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL), PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI).
Dengan menilik fluktuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir, menarik kiranya melihat kinerja pergerakan saham kelima IPO tersebut di lantai perdagangan.
Dengan nilai IPO yang cukup bombastis, sejauh mana berbagai sentimen dapat mempengaruhi pergerakan sahamnya di pasar?
Pada tulisan kali ini, idxchannel coba merangkum sekilas catatan perdagangan saham dari lima emiten yang IPO-nya tercatat sebagai bagian dalam sejarah pasar modal nasional tersebut.
PT Bukalapak.Com Tbk (BUKA)
Emiten marketplace domestik ini tercatat melakukan IPO pada 6 Agustus 2021 lalu, dengan harga perdana ditetapkan sebesar Rp850 per saham. Dalam proses IPO yang dilakukan, BUKA sepakat melego 25,7 juta sahamnya ke publik, sehingga secara keseluruhan menghasilkan dana segar hingga Rp21,9 triliun.
Berdiri sejak 2010 lalu, Bukalapak diketahui telah melayani lebih dari enam juta pelapak, lima juta mitra dan 90 juta pengguna aktif. Sejak 2017, Bukalapak tercatat sebagai unicorn, yaitu perusahaan startup dengan valuasi (nilai jual) lebih dari USD1 miliar.
Sayang, gagahnya rekam jejak Bukalapak seolah tak berbekas di lantai perdagangan saham nasional. Perdana dilepas ke publik dengan harga Rp850 per saham, harga BUKA sempat menjulang saat listing ke level Rp1.060 per saham.
Namun, dengan beragam tekanan yang ada, harga tersebut terus menerus merosot dari waktu ke waktu. Saat menutup 2021 saja, misalnya, saham BUKA hanya diperdagangkan di level Rp430 per saham.
Di sepanjang 2022, nasib BUKA belum juga berubah. Sentimen negatif, diantaranya, digerakkan oleh kondisi bisnis startup secara keseluruhan yang mulai 'berdarah-darah', usai mengalami puncaknya dalam beberapa belakangan.
Saat ini, saham BUKA ditutup di level harga Rp228 per saham, anjlok 73,17 persen dari harga perdana, atau 78,49 persen dari posisi harga tertingginya di level Rp1.060 per saham.
PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL)
Di bawah nilai IPO BUKA, ada PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) yang nilai IPO-nya mencapai Rp18,3 triliun. Dalam proses IPO tersebut, MTEL melepas 22,9 juta sahamnya ke publik dengan harga perdana sebesar Rp800 per saham.
Hingga saat ini, MTEL masih tercatat sebagai perusahaan menara telekomunikasi dengan jumlah kepemilikan terbesar di Asia Tenggara, yaitu mencapai lebih dari 35.000 menara.
Namun, dengan penguasaan menara sebanyak itu, sebagian pelaku pasar justru khawatir bahwa anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) itu tidak lagi memiliki ruang tumbuh yang cukup dalam ekspansinya di masa mendatang.
Menjawab kekhawatiran tersebut, Direktur Utama MTEL, Theodorus Ardi Hartoko, menyebut bahwa bisnisnya kini tidak lagi hanya semata-mata berkutat pada jasa sewa menara.
"Fokus kami saat ini adalah monetisasi bisnis, optimalisasi aset dan peningkatan kualitas layanan. Dengan begitu, ruang pertumbuhan masih sangat terbuka lebar," ujar Theodorus, kepada media.
Dilepas ke pasar pada harga Rp800 per saham saat listing, pergerakan saham MTEL sejauh ini masih cukup stabil di rentang Rp650 hingga Rp800-an per saham. Rekor titik tertinggi sempat tercipta pada level Rp830 per saham, yang terbentuk pada akhir 2021.
Setelahnya, saham MTEL seolah betah hilir-mudik di kisaran Rp760 hingga Rp790 per saham. Sedangkan rekor kejatuhan terdalam terjadi saat 27 Mei 2022, di mana saham MTEL diperdagangkan di level Rp665 per saham.
Saat ini, pada Selasa (8/8/2023), saham MTEL ditutup dengan bertengger di posisi Rp700 per saham, atau masih berjarak 12,5 persen dari posisi harga perdana.
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO)
Di urutan ketiga IPO terbesar nasional, ada PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk yang melakukan pencatatan perdana (listing) saham pada 11 April 2022, dengan nilai IPO mencapai Rp13,7 triliun.
Melepas 40,6 juta sahamnya ke publik, harga perdana GOTO saat itu dipatok sebesar Rp338 per saham. Nilai yang kemudian saat itu seketika terjun bebas hingga 75,13 persen.
Sama seperti BUKA, sentimen negatif datang dari kinerja industri startup yang oleh sebagian pihak dianggap telah memasuki masa sunset. Belum lagi berbagai kebijakan perusahaan yang dinilai tidak memihak kepada mitra driver, turut memperburuk corporate image GOTO di masyarakat.
Sempat melambung ke level tertinggi sepanjang rekornya pada 24 Juni 2022, yaitu mencapai Rp392 per saham, namun sejak sebulan kemudian, nasib saham GOTO seolah terbanting dan belum mampu bangkit lagi.
Pada Selasa (8/8/2023), saham GOTO masih dilego dengan harga hanya Rp104 per saham.
PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO)
Emiten paling 'tua' dalam jajaran IPO terbesar di Indonesia. Dalam proses IPO yang dilakukan pada 2008 silam, ADRO melepas 11,1 juta sahamnya ke publik dengan harga perdana sebesar Rp1.100 per saham.
Sehingga, dalam keseluruhan proses go public tersebut, perusahaan energi terintegrasi ini mampu meraup dana segar sebesar Rp12,2 triliun.
Lenggang langkah ADRO di papan perdagangan benar-benar seiring-sejalan dengan dinamika yang terjadi di sektor tambang, mengingat bisnis perusahaan ini berada di sektor batubara, energi, utilitas dan infrastruktur pendukung.
Disamping itu ADRO juga mempunyai lini bisnis seperti logistik dan ketenagalistrikan yang terintegrasi melalui anak-anak perusahaan dan ketenagalistrikan.
Dalam 15 tahun perjalanannya di bursa saham nasional, harga saham ADRO sempat beberapa kali menyentuh level terendah. Seperti pada 21 November 2008, di mana saham ADRO hanya diharga Rp480 per saham.
Nasib seupa juga terjadi pada awal 2016, di mana harga saham ADRO sempat menyentuh Rp490-an per saham. Namun, saham tersebut juga sempat melambung ke level tertinggi, seperti saat awal 2010, di mana harga ADRO terbentuk di level Rp2.600-an per saham.
Rekor level tertinggi saham ADRO terjadi pada 3 Juni 2022, di mana harganya mencapai Rp3.520 per saham. Saat ini, Selasa (8/8/2023), saham ADRO dijual Rp2.370 per saham.
PT Global Digital Niaga Tbk (BELI)
Menyandang status go public sejak 8 November 2022, nilai IPO BELI saat itu mencapai Rp7,99 triliun. Saat itu, marketplace milik Grup Djarum ini melepas 17,77 miliar sahamnya ke publik dengan harga perdana sebesar Rp450 per saham.
Didirikan sejak 2010, sama dengan Bukalapak, Blibli memilih fokus bisnisnya pada model bisnis B2B, B2C, dan B2B2C. Hingga saat ini Blibli memiliki 100.000 mitra bisnis, 15 mitra logistik, 20 gudang, dan 32 hub yang tersebar di kota-kota besar Indonesia.
Belum setahun berkiprah di bursa saham nasional, harga saham BELI relati stabil, dengan sejumlah dinamika yang terjadi beriringan dengan sentimen negatif yang terjadi di industri startup.
Saat ini, Selasa (8/8/2023), saham BELI masih diperdagangkan di level harga Rp452 per saham. (TSA)