Selain lingkungan ekonomi yang bergejolak, nilai investasi Amazon di Rivian Automotive, produsen truk listrik berkontribusi terhadap fluktuasi laba Amazon tahun ini.
Valuasinya meningkat sebesar USD1,1 miliar, berkontribusi pada keuntungan Amazon pada kuartal terakhir.
Setelah dua tahun berekspansi dengan cepat, Amazon disebut akan mulai menarik rem. Sang CEO, Andy Jassy, mulai bergerak untuk memotong biaya untuk efisiensi setelah perusahaan melakukan ekspansi berlebihan di sektor e-commerce yang dipicu kondisi pandemi Covid-19.
Amazon disebut akan mengurangi rencana untuk membuka gudang baru dan meningkatkan efisiensi operasi, serta menunda perekrutan untuk divisi ritelnya.
Raksasa e-commerce AS ini juga memperingatkan bahwa pertumbuhan akan lambat dan mungkin jatuh ke level terendah sejak 2001.
Ritel Lesu, Imbas Kondisi Ekonomi AS?
Seperti Big tech lainnya, Amazon mengalami tahun yang sulit sejauh menghadapi hambatan ekonomi makro, inflasi yang melonjak, dan kenaikan suku bunga.
Tantangan tersebut sejalan dengan kondisi perlambatan bisnis ritel inti Amazon, karena konsumen mulai kembali berbelanja di toko.
Sebelumnya, Amazon mengukuhkan diri menjadi raksasa e-commerce AS setelah mencatatkan peningkatan penjualan 44% menjadi USD108,5 miliar dalam tiga bulan pertama tahun 2021. Hal ini karena efek ‘ledakan’ dampak pandemi Covid-19.
Raksasa belanja online dan layanan web itu menghasilkan keuntungan USD8,1 miliar untuk kuartal pertama tahun tersebut atau setara USD2,7 miliar per bulan.
Amazon juga disebut cukup berkontribusi terhadap penyediaan lapangan kerja di AS dan membantu makro ekonomi negeri Paman Sam perlahan keluar dari resesi.
Mengutip website Amazon, selama dekade terakhir, tidak ada perusahaan lain yang berbasis di AS yang menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan selain Amazon. Kontribusi ini secara langsung juga berdampak pada ekonomi AS.
Amazon menyediakan lapangan pekerjaan bagi lebih dari 2,7 juta pekerjaan di AS. Dengan rincian lebih dari 800 ribu karyawan di 40 negara bagian dan 250 daerah.
Menyitir Investopedia, pendapatan Amazon dari pembelian web konsumen AS mencapai 30,7% dari penjualan ritel online AS pada kuartal pertama tahun 2021.
Pada tahun 2020, penjualan e-commerce melonjak hingga 21,3% dari penjualan ritel AS. Kondisi ini berarti Amazon menyumbang sekitar 6,5% dari semua belanja ritel di negeri Paman Sam.
Peningkatan besar ini akibat melonjaknya belanja online sebagai akibat dari kebijakan lockdown saat pandemi Covid-19.
Secara analisis makro, belanja konsumen lebih banyak adalah pertanda baik karena berkontribusi pada PDB. Meskipun pengeluaran konsumen di Amazon tidak cukup signifikan untuk meningkatkan skala PDB.
Di tengah lesunya bisnis e-commerce seperti Amazon, secara mengejutkan ekonomi AS tumbuh 2,6% secara tahunan pada kuartal ketiga tahun 2022 yang diumumkan Kamis (27/10). Kondisi ini bahkan di atas perkiraan sebesar 2,4%. Ekonomi AS dapat dikatakan rebound dari kontraksi pada paruh pertama tahun ini.
Kontribusi positif terbesar datang dari perdagangan dam impor turun sebesar 6,9%. Sementara ekspor naik 14,4% disumbang oleh produk minyak bumi, barang modal non-otomotif, dan jasa keuangan.
Adapun inflasi harga konsumen di AS turun untuk bulan ketiga berturut-turut menjadi 8,2 persen yoy pada September 2022. Sebelumnya, inflasi AS sempat menyentuh angka tertinggi 9,1% pada bulan Juni 2022.
Inflasi ini disinyalir berkontribusi pada perlambatan belanja online masyarakat AS.
Menurut data Statista pada Juni 2022, sebagian besar pembeli e-commerce AS atau sekitar 60% menyatakan kenaikan harga harga pangan memengaruhi perilaku belanja online.
Bisa saja kondisi ini berkontribusi pada anjloknya pendapatan Amazon sebagai salah satu giant online retail di negeri Paman Sam tersebut. Namun, pertumbuhan AWS tentu membuat Jeff Bezos masih bisa tersenyum kali ini. (ADF)