Pertamina NRE memiliki kredit karbon dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Lahendong Unit 5 dan 6 yang dikelola oleh anak usaha Pertamina NRE, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE), dengan volume sekitar 864 ribu ton CO2e, yang dihasilkan selama periode 2016-2020. Kredit karbon ini telah memenuhi standar nasional yang ditetapkan oleh KLHK.
Dicky menuturkan, inisiatif hijau seperti perdagangan karbon berpotensi besar untuk berkontribusi terhadap pemenuhan enhanced nationally determined contribution (ENDC) Indonesia sebesar 31,89 persen tanpa dukungan internasional dan 43,2 persen dengan dukungan internasional. Sehingga, ekosistem bisnis karbon akan terbentuk apabila terdapat dukungan yang cukup terutama dari sisi regulasi.
"Potensinya di Indonesia pun sangat besar, baik yang berbasis teknologi maupun berbasis alam, karena Indonesia menyimpan potensi energi bersih dan hutan yang cukup besar," ujarnya.
Ke depan, Dicky menambahkan, kredit karbon Pertamina NRE tidak saja bersumber dari PLTP saja, melainkan juga sumber energi bersih lainnya seperti Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) dari Jawa-1 yang potensinya mencapai sekitar 3 juta ton CO2e setiap tahunnya. Sumber kredit karbon lain yang saat ini sedang dalam tahapan validasi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) Sei Mangkei dengan estimasi kredit karbon 150 ribu ton CO2e yang dihasilkan pada tahun 2021-2023 dan 200 ribu ton CO2e yang dihasilkan pada periode 2024-2027.
"Pertamina NRE berkomitmen kuat untuk mendukung net zero emission selambat-lambatnya tahun 2060 dan menjadi garda terdepan Pertamina dalam transisi energi melalui inisiatif-inisiatif hijau serta pengembangan bisnis hijau," katanya.
(Dhera Arizona)