“Indonesia cenderung mengandalkan impor untuk memenuhi permintaan pasar refraktori yang terus meningkat. Melalui IPO ini, kami ingin selalu memberi dampak positif, kami ingin secara konsisten memaksimalkan layanan dalam bidang manufaktur dan perdagangan produk refraktori,” kata Ridwan dalam keterangan, Senin (10/6).
Ridwan menyebut, nilai impor pasar refraktori pada 2021 sebesar USD204,63 juta, sedangkan pada 2017 sebesar USD151,06 juta. Sementara itu China, memiliki pangsa pasar terbesar sebesar 88,12% dengan nilai pengiriman sebesar USD174,84 juta.
Menurutnya, pasar ini didorong oleh meningkatnya permintaan produk refraktori di berbagai industri seperti, industri baja, industri nikel, industri tembaga, industri pupuk dan petrokimia, industri semen, industri kaca, industri keramik, industri minyak kelapa sawit, industri makanan dan minuman, industri pembangkit listrik dan sebagainya.
“Peningkatan produksi besi dan baja, nikel smelter dan berbagai macam smelter ditambah dengan meningkatnya permintaan akan konservasi energi telah diidentifikasi sebagai salah pendorong utama meningkatnya pasar refraktori di Indonesia,” pungkas Ridwan.
(FAY)