"Kita ketahui kekhawatiran investor global saat ini terjadi dari perang yg terjadi di Timur Tengah," ujar Michael, Jumat (20/6/2025).
Menurutnya, konflik tersebut telah mendorong harga minyak Brent mendekati titik baliknya setelah tiga tahun berada dalam tren penurunan.
"Hal ini mengakibatkan minyak Brent yg sudah 3 tahun downtrend, menguji titik reversalnya di 75–77," imbuh Michael.
Ia menambahkan, apabila perang terus berlanjut, apalagi jika muncul ancaman terhadap penutupan Selat Hormuz—jalur distribusi sekitar 20 persen minyak dunia—maka harga minyak berpotensi terus melonjak.
"Hal ini dikenal dengan supply cut. Saham-saham yg bergerak di bidang energi dan gas pun mengalami kontraksi searah," kata Michael.