Menurut Moya, emas terdongkrak dari aliran safe-haven lantaran saham dan dolar AS secara kompak melemah.
"Jika inflasi mereda sedikit lebih dari yang diperkirakan, maka emas dapat bergerak menuju wilayah US$1.850. Risiko geopolitik tetap tinggi, sehingga itu bisa menopang emas untuk tetap di atas US$1.800 hingga akhir tahun," tutur Moya.
Selain itu, penguatan emas juga didukung oleh Laporan Departemen Tenaga Kerja AS pada Selasa (9/8/2022) bahwa produktivitas pekerja nonpertanian AS turun 4,6 persen setiap tahun pada triwulan dua. Tren minor ini merupakan tren penurunan paling tajam secara tahunan sejak 1948 silam. (TSA)