Bhima menambahkan, masalah kedua yaitu terkait arus modal keluar di portofolio yang juga harus diantisipasi karena akan dapat melemahkan nilai tukar rupiah.
"Jadi kalau The Fed-nya terus agresif dan konsisten menaikkan suku bunga, sementara Bank Indonesia masih menahan suku bunganya, ya akan terjadi flight-to-quality, akan mencari imbal hasil yang lebih menarik di mata investor global, sehingga akan ada pergeseran keluar," jelasnya.
Bhima juga berpendapat, apabila The Fed terus menaikkan suku bunga, maka biaya modal akan menjadi lebih mahal dan itu akan menggangu realisasi investasi, khususnya Foreign Direct Investment atau FDI.
"Jadi mereka akan wait and see dulu kapan suku bunga turunnya, mau bikin pabrik juga bunganya mahal. Nah, ini jadi hal yang kurang begitu baik bagi pemulihan ekonomi terutama menjelang pemilu 2024. Sudah wait and see karena pemilu ini ditambah adanya suku bunga masih akan tinggi," tukasnya.
(FAY)