Sedangkan manajer investasi juga gemar mengoleksi saham mid cap seperti PT Industri Jamu (SIDO) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR).
“Menurut kami saham rokok PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) dan PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI) juga layak untuk dilirik meski likuiditasnya terbatas,” tulis CGS CIMB.
Di sektor telko, CGS CIMB berpandangan saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) merupakan pilihan defensif yang menarik dan memiliki fundamental yang stabil.
“Kami juga melihat meningkatnya minat investor terhadap PT Indosat Tbk dan PT BFI Finance Tbk (BFIN) menjadikan kedua saham ini menarik,” tulis CGS CIMB.
Sedangkan, di sektor keuangan, aliran dana lokal dan asing kemungkinan telah memaksimalkan alokasi mereka di saham bank.
Namun, adanya pemangkasan kepemilikan saham di PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) pada bulan lalu karena rumor perubahan manajemen yang menyebabkan pembelian taktis jangka pendek pada saham BBNI.
“Portofolio individu dari manajer investasi yang dibatasi 10 persen membuat saham bank seolah tidak overweight, meski kepemilikan saham di bank big cap mungkin sudah mencapai lebih dari 10 persen,” tulis riset ini.
CGS CIMB juga menyebutkan saham-saham bank digital seperti PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), serta saham tekno seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), dan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) sebagai sektor paling underweight meski layak dipertimbangkan saat memuncaknya suku bunga global.
“Kami memberi rating buy atau beli pada saham GOTO, BUKA, dan BBYB, sementara kami masih memantau saat yang tepat untuk masuk ke saham ARTO,” tulis CGS CIMB.
Sedangkan, sebagai pilihan utama, CGS CIMB menunjuk BBNI dan BFIN karena berpotensi melesat saat volatilitas pasar sudah reda.
Periset: Melati Kristina
(ADF)