Sementara itu, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) juga diperkirakan tidak terkena dampak signifikan. Perusahaan ini sudah tidak lagi mengimpor gandum pakan dari AS, dan kini lebih banyak menggunakan jagung lokal. Kadang-kadang JPFA mengimpor bungkil kedelai dari Brasil, Argentina, atau AS, tapi frekuensinya rendah karena harga dari AS cenderung lebih tinggi.
Di sektor agribisnis, penurunan tarif memberi keuntungan bagi produsen minyak sawit. Indonesia mengekspor sekitar 2,3 juta ton crude palm oil (CPO) ke AS, setara 8 persen dari total ekspor CPO nasional. Dengan tarif turun menjadi 19 persen, Indonesia tetap unggul dibanding Malaysia (25 persen) dan Brasil (50 persen) dalam pasar minyak nabati AS.
Perusahaan pengolahan kayu seperti PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) yang mengekspor panel kayu, lantai, dan furnitur ke AS juga berpotensi menikmati manfaat dari beban tarif yang lebih ringan.
Gas Alam dan Sektor Kesehatan Diuntungkan
Impor gas alam cair (LNG) AS kini dikenakan tarif 0 persen. Ini membuat harga LNG impor menjadi lebih kompetitif dibanding harga gas pipa domestik. Dampaknya, pasokan gas yang lebih terjangkau bisa membantu mengatasi kekurangan pasokan yang selama ini dihadapi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), serta menurunkan biaya gas industri bagi pengguna akhir seperti PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA).
Emiten lain yang berpotensi diuntungkan secara langsung dari efisiensi harga LNG ini adalah PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU).