Sebelumnya, pada Oktober 2021, IMF merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2021 sebesar 5,9 persen atau lebih rendah 0,1 persen dari perkiraan yang diumumkan pada Juli lalu. Penurunan proyeksi 2021 tersebut seiring adanya penurunan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal III 2021 akibat merebaknya kasus positif varian Delta di seluruh dunia.
Di sisi lain, adanya varian baru Omicron sekaligus gangguan rantai pasok kembali menekan kegiatan perekonomian yang mulai pulih pada Kuartal Keempat 2021, sehingga berimplikasi pada ekonomi tahun depan. Dan krisis ini akan memiliki dampak berkepanjangan atau scarring effect yang bertahan lama pada ekonomi dan kelompok rentan mengingat varian Omicron menciptakan ketidakpastian Covid-19 menjadi lebih agresif.
Terlebih lagi, krisis akan semakin dalam seiring adanya tekanan inflasi yang dapat menyebabkan pengetatan kebijakan moneter secara lebih cepat dari perkiraan di negara maju. Tekanan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter ini akan memperketat kondisi keuangan global dengan beberapa potensi limpahan di emerging market dan negara berkembang.
Dengan turunnya proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi global, akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2021. Sedangkan sebelumnya pemerintah ( Menteri Keuangan Sri Mulyani) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di 4 persen.
Dan pemerintah perlu merevisi pertumbuhan ekonomi dan bisa diumumkan di bulan Desember 2021, agar pasar kembali optimis terhadap perekonomian Indonesia yang saat ini relatif lebih baik di bandingkan dengan negara Asia lainnya.