Bayangkan jika Anda membeli dua gelas per hari, misalnya pagi dan sore, biaya itu bisa membengkak menjadi Rp1.000.000 per bulan. Pengeluaran ini bahkan belum termasuk jajan lainnya seperti snack, makanan ringan, atau ongkos delivery.
2. Pembayaran Nontunai Membuat Boros Tanpa Disadari
Saat ini, pembayaran untuk minuman kopi sering dilakukan lewat e-wallet atau kartu debit, bahkan ada fitur auto-payment dari aplikasi langganan kopi. Sistem ini memang praktis, tetapi di sisi lain membuat Anda tidak merasa sedang mengeluarkan uang. Tanpa melihat uang fisik berpindah tangan, pengeluaran terasa lebih ringan padahal saldo dompet digital terus berkurang.
3. FOMO dan Gaya Hidup Sosial
Tren ngopi kini bukan hanya soal rasa, tapi juga status sosial dan eksistensi. Banyak orang membeli kopi dari kedai tertentu bukan semata karena suka rasanya, tapi karena ingin ikut tren, biar terlihat "update", atau sekadar konten Instagram dan TikTok. Istilahnya, kalau belum update kopi edisi seasonal dari brand A, Anda belum gaul. FOMO ini mendorong kebiasaan konsumtif, terutama di kalangan Gen Z dan milenial.
4. Kecanduan Spending Kecil
Banyak orang menjadikan kopi sebagai bagian dari rutinitas harian. Pagi ngopi biar melek, siang ngopi biar semangat kerja, sore ngopi biar nggak ngantuk. Dari yang awalnya hanya sesekali, lama-kelamaan jadi kebiasaan otomatis yang dilakukan tanpa berpikir panjang.
Kalau sudah begini, sangat sulit untuk mengurangi karena sudah menjadi semacam kebutuhan. Padahal, tubuh kita bisa berfungsi baik tanpa kafein berlebihan, dan ada alternatif yang lebih hemat.